CLINICAL GYNECOLOGIC ENDROCRINOLOGY and INFERTILITY
(Leon Speroff, Robert H. Glass, Nathan G. Kase)
Fifth Edition, 1994
Chapter 6 - Page 201-21
Banyak kepercayaan/takhyul terdapat disekitar masalah haid. Dalam perkembangannya, sikap dan ide/pengetahuan tentang aspek fisiologis wanita berubah secara perlahan-lahan. Besar harapan dari laporan ilmiah beberapa dekade terakhir, yang mana menggambarkan hubungan yang dinamis antara hormon pituitary (hipofise) dan gonad, dan pengaturan alamiah dari proses reproduksi normal sebagai sesuatu pengertian yang baru.Perubahan hormonal, hubungannya dengan perubahan morfologi dan autokrin/parakrin pada ovarium, koordinasi sistem ini merupakan salah satu fenomena yang luar biasa di dalam ilmu biologi.
Diagnosis dan penanganan kelainan haid harus berdasarkan pada pemahaman dari mekanisme fisiologis termasuk pengaturan siklus normal.Untuk membantu memahami siklus haid yang normal, siklus haid dapat dibagi menjadi 3 fase : fase folikuler, ovulasi dan fase luteal.Kami akan menjelaskan setiap fase tersebut, terutama perubahan pada ovarium dan hormon pituitary (hipofise), yang mana berpengaruh pada pola hormonal dan efek hormonal tersebut pada ovarium, pituitary dan hipotalamus di dalam siklus haid.
Fase Folikuler
Didalam fase folikuler, rangkaian kejadian yang teratur terjadi, dimana secara tepat sejumlah folikel yang siap untuk berovulasi. Didalam ovarium manusia, pada akhir dari perkembangan folikel biasanya hanya satu folikel yang matang. Pada proses ini, dimana tampaknya menghabiskan lebih dari 10-14 hari, gambaran dari suatu seri aksi berurutan dari hormonal dan peptida autokrin/parakrin dari folikel, mendahului tujuan folikel untuk berovulasi melalui suatu periode dari permulaan pertumbuhan dari folikel primordial melalui tahap pre antral, antral dan pre ovulasi folikel.
Folikel Primordial
Sel-sel primordial germinal berasal dari yolk sac endometrium, allantois dan hindgut embrio dan berumur kehamilan 5-6 minggu. Mereka bermigrasi ke genital ridge. Sebuah perkembangan mitosis yang cepat dari sel germinal dimulai pada 6-8 minggu kehamilan dan pada umur kehamilan 16-20 minggu jumlah oosit mencapai maksimal 6-7 juta pada kedua ovarium.Folikel primordial tidak berkembang dan terdiri dari oosit, tahap meiosis prophase diplotene istirahat, dilapisi suatu lapisan kumparan sel granulosa. Setelah mengalami kelelahan, folikel-folikel mulai berkembang dan mengalami atresia di bawah lingkaran fisiologis. Perkembangan dan artesia tidak berhenti oleh kehamilan, ovulasi atau periode anovulasi. Proses dinamik ini berlangsung pada segala umur, termasuk infan dan mendekati menopause. Dimulai maksimal pada umur 16-20 minggu kehamilan, sejumlah oosit akan berkurang jumlahnya. Tingkat pengurangan adalah bertahap sampai jumlah tertentu. Pengurangan paling banyak terjadi sebelum lahir, dari 6-7 juta berkurang menjadi 2 juta pada sat kelahiran dan menjadi 300.000 pada masa pubertas.Dari cadangan yang besar ini, sekitar 400 folikel akan berovulasi selama periode reproduksi seorang wanita.
Mekanisme penentuan folikel mana dan berapa banyak yang akan mulai berkembang selama suatu siklus belum diketahui. Sejumlah folikel mulai berkembang pada setiap siklus tergantung pada ukuran residual pool dari folikel primordial yang tak aktif. Pengurangan dari ukuran pool (misalnya: ooforektomi unilateral) menyebabkan folikel sisanya terdistribusi ulang melampaui kemampuannya. Folikel pertama dapat merespon untuk merangsang suatu petunjuk permulaan. Meskipun demikian, setiap perkembangan folikel yang mulai berkembang baik di dalam suatu kompetisi yang berat dan akhirnya hanya satu folikel yang berhasil.
Pertolongan dari atresia (Apoptosis)
Tujuan akhir folikel untuk berovulasi terjadi beberapa hari dari permulaan siklus. Awal perkembangan folikel melewati beberapa siklus haid, tetapi folikel yang berovulasi adalah salah satu yang terpilih pada suatu waktu dari transisi folikular-luteal. Total waktu untuk mencapai status pre ovulasi sekitar 85 hari. Sebagian besar waktu ini (sampai tahap akhir) tidak terpengaruh oleh pengaturan hormonal.Tanpa kehadiran dan kadar konstan dari kenaikan kadar FSH didalam sirkulasi, sekelompok folikel mati menuju proses apoptosis, sel yang mati secara fisiologis dibuang. Apoptosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti jatuh, seperti daun yang jatuh dari pohonnya.
Gejala awal yang terlihat dari perkembangan folikel adalah kenaikan ukuran oosit dan perubahan sel granulosa menjadi lebih kuboid, dibanding bentuk sebelumnya skuamosa. Perubahan ini lebih tampak sebagai suatu proses maturasi dibanding proses pertumbuhan. Pada saat yang sama gap junction (celah sambungan) yang kecil terbentuk diantara sel granulosa dan oosit. Celah sambungan tersebut merupakan saluran sebagai jalan masuk pertukaran makanan, ion dan pergantian molekul. Jadi celah sambungan tersebut menyediakan suatu jalur untuk nutrisi, metabolit dan pertukaran diantara sel granulosa dan oosit.Proses pertumbuhan folikular dipengaruhi beberapa faktor yang berasal dari oosit.Tikus dengan defisensi genetik GDF – 9 (growth differentiation factor –9) (yang hanya terdapat di dalam oosit sesudah folikel primordial menjadi folikel antral ) menjadi infertil. Sebab perkembangan folikular tidak dapat berlanjut menjadi tahap folikel primordial.
Dengan multiplikasi dari sel granulosa kuboid (menjadi sekitar 15 sel) folikel primordial menjadi folikel primer. Lapisan granulosa terpisah dari sel stroma oleh sebuah membran basalis yang disebut lamina basalis. Sekitar sel stroma berdiferensiasi menjadi lapisan konsentris yang berupa theca interna (menempel pada lamina basalis) dan theca externa (di bagian luar). Lapisan theca tampak ketika proliferasi granulosa menghasilkan 3-6 lapisan dari sel granulosa.
Diyakini bahwa permulaan pertumbuhan tidak tergantung dari stimulasi (hormon) gonadotropin, hal ini didukung oleh persistensi dari permulaan pertumbuhan pada tikus yang mutan dengan defisiensi gonadotropin dan janin ansefalus. Sebagian besar dari pertumbuhan ini dibatasi dan dipercepat oleh atresia. Pada penelitian folikel ovarium manusia, ekspresi gen untuk reseptor FSH tidak dapat terdeteksi sampai folikel primordial mulai tumbuh.
Pola umum dari pertumbuhan yang terbatas dan atresia cepat adalah diinterupsi pada saat permulaan siklus haid ketika sebuah grup folikel (setelah sekitar 60 hari perkembangan) berespon terhadap perubahan hormonal dan hal ini mendorong untuk tumbuh. Pada wanita muda, kelompok ini berjumlah 3-11 setiap ovarium.Penurunan steroidogenesis fase luteal dan sekresi inhibin A menyebabkan peningkatan kadar FSH, dimulai pada beberapa hari sebelum haid. Penentuan waktu dari kejadian penting ini ditentukan dari pemeriksaan imunoassay dari FSH.Berdasarkan pengukuran yang sensitif, memperlihatkan terjadinya kenaikan bioaktivitas dari FSH dimulai saat pertengahan - akhir fase luteal.
Pertumbuhan dan perkembangan folikular pada primata dan non primata.
Pembahasan lanjutan dari beberapa kejadian memperlihatkan tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan dari folikel ovarium mulai tahapan pre antral sampai ovulasi adalah berdasarkan formulasi pengaturan kunci untuk fungsi estradiol sebagai hormon klasik yang membawa pesan ke otak dan sebagai pengatur lokal bersama-sama folikel. Deskripsi ini telah berubah. Diyakini bahwa kadar estrogen folikuler merupakan yang paling penting bersama-sama folikel, hal ini berdasar bukti (estrogen memicu FSH) pada percobaan hewan pengerat. Tidak terdapat bukti kemiripan pada kelompok primata.
Kami akan menggambarkan pemandangan konvensional tradisional mengenai pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium (dari 10-15 tahun penelitian tentang hal ini), dan kemudian kami akan mempertimbangkan perbedaannya pada kelompok primata. Peptida autocrin/paracrin lokal kemungkinan menggantikan hormon steroid sebagai pengatur utama folikel ovarium kelompok primata.
Folikel Preantral
Begitu pertumbuhan terakselerasi, folikel berkembang cepat ke tahap preantral sebagai pembesaran oosit dan dilingkungi sebuah membran: zona pelucida.Sel granulosa mengalami proliferasi beberapa lapis sebagai lapisan theca kontinyu di sekeliling stroma. Pertumbuhan ini tergantung dari (hormon) gonadotropin dan berhubungan dengan peningkatan produksi estrogen. Penelitian molekuler menunjukkan bahwa semua sel granulosa pada folikel matur berasal sebagai 3 sel prekursor.
Sel granulosa dari folikel preantral mempunyai kemampuan mensitesa keseluruhan 3 golongan steroid; bagaimanapun estrogen lebih diproduksi nyata dibanding androgen atau progestin.Sistem aromatase enzim merubah androgen menjadi estrogen, hal ini sebagai faktor pembatas ovarium memproduksi estrogen. Aromatisasi menginduksi atau teraktivasi melalui pengaruh FSH. Ikatan dari FSH dengan reseptornya dan aktivasi dari adenyl cyclase diikuti oleh ekspresi multipel mRNA dimana protein dibuat, berespon untuk proliferasi sel, diferensiasi dan fungsional. Jadi FSH memulai steroidogenesis (produksi estrogen) di dalam sel granulosa dan menstimulasi pertumbuhan sel granulosa.
Reseptor spesifik untuk FSH tidak dapat terdeteksi pada sel granulosa sampai tahap preantral, dan folikel preantral membutuhkan FSH untuk melakukan aromatisasi androgen dan mempunyai lingkungan mikro estrogenik.Produksi estrogen karena itu dibatasi oleh kandungan reseptor FSH. FSH akan meningkat dan menurun kadarnya pada sel granulosa (mengatur naik dan turun) di dalam maupun di luar tubuh. Kerja dari FSH ini dimodulasi oleh faktor pertumbuhan.Reseptor FSH dengan cepat mencapai sekitar 1500 reseptor setiap sel granulosa.
Kerja FSH melalui protein G, sistem adenylate cyclase (dijelaskan dalam Bab 2), yang mana menyebabkan penurunan dan modulasi oleh banyak faktor, termasuk dengan perantaraan calcium-calmodulin. Walaupun steroidogenesis folikel ovarium terutama diatur oleh gonadotropin, jalur signaling multiple juga terlibat mempengaruhi.Disamping sistem enzim adenyl cyclase, jalur ini termasuk saluran ion gate, reseptor tyrosin kinase dan pesan kedua sistem phospholipase. Jalur ini diatur melalui beberapa tingkatan termasuk faktor pertumbuhan, nitrat oksida, prostaglandin dan peptida seperti gonadotropin releasing hormone (GnRH), angiotensin II, faktor α jaringan nekrosis dan vasoaktif peptida usus. Ikatan dari luteinizing hormone (LH) pada reseptornya di dalam ovarium juga diikuti oleh aktivasi jalur adenyl cyclace-cyclic AMP melalui mekanisme protein G.
Kombinasi sinergis FSH dan estrogen untuk mendesak (paling tidak pada kelompok non primata) suatu mitosis pada sel granulosa untuk menstimulasi proliferasinya. FSH dan estrogen bersama-sama meningkatkan suatu akumulasi cepat dari reseptor FSH, mencerminkan suatu bagian dari peningkatan sejumlah sel granulosa.
Gambaran awal dari estrogen dengan folikel, folikel berespon terhadap kadar yang relatif rendah dari FSH. Hasil pertumbuhan sel granulosa berdiferensiasi menjadi beberapa sub grup dari populasi sel berbeda. Gambaran ini ditentukan oleh posisi sel relatif terhadap oosit.
Terdapat suatu sistem komunikasi di dalam folikel. Tidak setiap sel mempunyai reseptor untuk gonadotropin. Sel dengan reseptor dapat mentransfer sebuah signal (oleh gap junctions) dimana menyebabkan aktivasi protein kinase di dalam sel yang tidak terdapat reseptor. Jadi hormon memulai aksinya mentransmisi seluruh folikel meskipun kenyataannya hanya satu sub populasi dari sel yang terikat pada hormon.Sistem komunikasi ini meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi penampilan pada seluruh folikel, suatu sistem yang bekerja terus menerus di dalam corpus luteum.
Peranan androgen pada awal perkembangan folikular adalah kompleks.Reseptor androgen yang spesifik terdapat di dalam sel granulosa. Androgen tidak hanya tersedia sebagai zat untuk induksi aromatisasi FSH, tetapi pada kadar yang rendah dapat meningkatkan lebih lanjut akitivasi aromatase.Ketika terpapar lingkungan yang banyak mengandung androgen, sel granulosa pre antral lebih menyukai perubahan menjadi bentuk lebih poten : 5 α reduced androgen dibanding menjadi estrogen. Androgen ini tidak dapat diubah menjadi estrogen, dan kenyataannya menghambat aktivitas aromatase. Mereka juga menghambat induksi FSH dari formasi reseptor LH, tahapan penting lain di dalam perkembangan folikular.
Gambar:
Perjalanan folikel preantral berada dalam keseimbangan.
Pada kadar yang rendah, androgen meningkatkan aromatisasi miliknya dan kontribusi produksi estrogen.. Pada kadar yang lebih tinggi, keterbatasan kapasitas dari aromatisasi adalah besar sekali, dan folikel menjadi androgenik dan atresia akhir.Folikel akan mengalami kemajuan dalam perkembangannya hanya jika FSH meningkat dan LH rendah. Folikel tersebut akan meningkat pada akhir fase luteal atau permulaan siklus berikutnya, akan lebih disukai suatu lingkungan dimana aromatisasi dapat berlaku di dalam sel granulosa.Kesuksesan suatu folikel tergantung dari kemampuannnya untuk mengubah dominasi androgenik lingkungan mikronya menjadi dominasi estrogenik.
Ringkasan perubahan yang terjadi pada folikel preantral
Perkembangan awal folikular tidak tergantung pengaruh hormonal
Stimulasi FSH mendorong folikel menjadi tahap pre antral
Aromatisasi androgen menginduksi FSH di dalam granulosa menghasilkan produksi estrogen
FSH dan estrogen bersama-sama meningkatkan kandungan reseptor FSH suatu folikel.
Folikel Antral
Dibawah pengaruh sinergis dari estrogen dan FSH, terdapat suatu peningkatan produksi cairan folikular, yang mana terakumulasi di dalam ruang interseluler granulosa, akhirnya bersatu membentuk suatu rongga, sebagai folikel -menyebabkan transisi bertahap menuju tahap antral.Akumulasi cairan folikular menyediakan suatu arti untuk oosit dan sekitar sel granulosa dapat dipelihara di dalam suatu lingkungan endokrin yang spesifik. Sel granulosa di sekitar oosit sekarang sebagai calon cumulus oophorus. Diferensiasi dari sel cumulus diyakini berespon untuk memulai signal pada oosit.
Kehadiran FSH menyebabkan estrogen menjadi zat yang dominan di dalam cairan folikular. Sebaliknya ketiadaan FSH menyebabkan androgen predominan. LH tidak terdapat di dalam cairan folikular sampai pertengahan siklus. Jika LH meningkat di dalam plasma dan cairan antral, aktivitas mitotik di dalam granulosa menurun, terjadi perubahan degenerasi dan peningkatan kadar androgen intra folikular.Karena itu dominasi dari estrogen dan FSH penting untuk akumulasi terus menerus dari sel granulosa dan kesinambungan pertumbuhan folikular. Folikel antral dengan tingkat tertinggi dari proliferasi granulosa berisi estrogen konsentrasi tinggi dan ratio androgen : estrogen terendah dan paling mungkin untuk mempertahankan kesehatan oosit. An androgenic milieu - suatu antagonis estrogen menginduksi proliferasi granulosa dan jika terus menerus meningkatkan perubahan degeneratif pada oosit.
Keberadaan steroid di dalam cairan folikular dapat ditemukan dalam berbagai kadar lebih tinggi daripada di dalam plasma, dan ini mencerminkan kapasitas fungsional dari sel granulosa dan theca.Pembuatan hormon steroid secara fungsional digolongkan dalan sistem dua sel.
Dua sel, sistem dua gonadotropin
Aktivitas aromatase dari granulosa jauh melampaui yang dapat diamati pada sel theca. Pada pre antral manusia dan folikel antral, reseptor LH hanya terdapat pada sel theca dan reseptor FSH hanya terdapat pada sel granulosa.Sel theca interstisial terdapat di dalam theca interna mempunyai sekitar 20.000 reseptor LH pada membran selnya. Tanggapan terhadap LH, jaringan theca menstimulasi untuk memproduksi androgen yang mana kemudian dapat diubah melalui aromatisasi induksi FSH menjadi estrogen pada sel granulosa.
Interaksi antara kompartemen granulosa dan theca dengan hasil peningkatan produksi estrogen, tidak berfungsi penuh sampai kelanjutan perkembangan antral. Seperti sel granulosa preantral, sel granulosa dari folikel kecil antral di dalam suatu jaringan, kecenderungan untuk mengubah sejumlah androgen menjadi bentuk yang lebih poten: 5 α.Perbedaannya, sel granulosa diisolasi dari folikel antral besar yang tersedia dan memetabolisasi androgen menjadi estrogen.
Perubahan dari lingkungan kecil androgen menjadi lingkungan kecil estrogen (sebuah pengubahan dasar untuk pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut)tergantung pada sensitivitas pertumbuhan untuk membawa FSH oleh aksi dari FSH, dan meningkatkan pengaruh dari estrogen.
Sebagai folikel yang berkembang, sel theca mulai mengeluarkan gen untuk reseptor LH, P450scc dan 3 β-hydroxysteroid dehydrogenase.Pengaturan terpisah (oleh LH) dari cholesterol sampai mitokondria, penggunaan internalisasi dari cholesterol LDL adalah penting untuk steroidogenesis.Karena itu steroidogenesis ovarium adalah tergantung LH untuk suatu tingkat yang signifikan.Sel granulosa ovarium manusia, sesudah luteinisasi dan vaskularisasi dimana tampak mengikuti ovulasi, dapat menggunakan cholesterol HDL didalam suatu sistem dimana berbeda dari jalur cholesterol LDL.Lipoprotein tidak mengalami internalisasi, walaupun jarang, cholesterylester diekstraksi dari lipoprotein pada sel permukaan dan kemudian ditransfer kedalam sel.
Sebagai folikel yang tumbuh, sel theca mempunyai ciri khas oleh pengeluaran dari P450c17, suatu enzim yang mana terbatas untuk mengubah zat karbon 21 menjadi androgen. Sel granulosa tidak menghasilkan enzim ini, jadi androgen tergantung dari sel theca untuk membuat estrogen. Pengeluaran yang meningkat dari sistem aromatisasi (P450arom) adalah petanda dari peningkatan maturitas dari sel granulosa. Keberadaan dari P450c17 hanya ada di sel theca dan P450arom hanya di sel granulosa yang memberi kesan bukti konfirmasi penjelasan dua sel, dua gonadotropin untuk produksi estrogen.
Gambar : . . .
Yang penting dari dua sel, sistem dua gonadotropin pada kelompok primata adalah dukungan oleh respon dari wanita dengan defisiensi gonadotropin diobati dengan rekombinan (murni) FSH.Perkembangan folikel (menegaskan peranan penting dari FSH dan peranan LH di dalam pengangkatan dan pertumbuhan awal), tetapi produksi estradiol terbatas.Sejumlah aromatisasi tampaknya berharap penggunaan androgen berasal dari kelenjar andrenal, memproduksi fase folikular awal tingkat estradiol, tetapi steroidogenesis yang baik biasanya tidak mungkin tanpa pengaruh LH untuk menyiapkan produksi theca dari zat androgen. Respon yang sama diamati pada percobaan dimana penggunaan antagonis GnRH untuk menghasilkan kera dengan defisiensi LH dan kemudian pemberian rekombinan FSH manusia murni.Hasil ini menunjukkan bahwa hanya FSH dibutuhkan untuk folikulogenesis dan bahwa pada kelompok primata, peptida autokrin/parakrin diganti estrogen didalam peranan penting intra ovarium dari respon modulasi gonadotropin.
Seleksi folikel dominan
Pengubahan yang sukses menjadi folikel dominan estrogen, seleksi dari tujuan folikel untuk ovulasi, hanya sebuah folikel yang berhasil.Proses seleksi ini pada tingkat signifikan menghasilkan aksi dua estrogen :
Interaksi lokal antara estrogen dan FSH dengan folikel (pada model non primata) dan
Pengaruh estrogen pada sekresi pituitary (hipofise) dari FSH. Ketika estrogen berpengaruh positif pada aksi FSH dengan pematangan folikel, hubungan umpan balik negatif dengan FSH pada tingkat hipotalamus – pitutary menyiapkan untuk menarik dukungan dari folikel lain yang tidak berkembang.
Kegagalan FSH menunjukkan penurunan dari aktivitas aromatase tergantung FSH, membatasi produksi estrogen didalam sedikit folikel matang.Bahkan jika sukses sebuah folikel didalam mencapai suatu lingkungan mikro estrogen, penurunan dukungan FSH akan menghentikan proliferasi dan fungsi granulosa, meningkatkan pengubahan menjadi lingkungan mikro androgenik dan dengan cara demikian menginduksi perubahan atretik yang irreversibel.Memang kejadian pertama didalam proses atresia adalah suatu pengurangan reseptor FSH pada lapisan granulosa.
Kehilangan oosit (dan folikel) melalui atresia adalah respon terhadap perubahan pada banyak faktor. Tentu saja stimulasi gonadotropin dan ketergantungan adalah penting, tetapi steroid ovarium dan faktor autokrin/parakrin juga terlibat.
Konsekuensi dari perubahan yang tidak disukai; atresia adalah suatu proses yang disebut apoptosis, program kematian sel. Proses ini diubah atas pengaruh mRNAs untuk sel protein, yang mana menjaga integritas folikel.Kematian alamiah ini merupakan proses fisiologis, kebalikan dengan kematian sel patologis akibat nekrosis.
Begitu sel masuk dalam proses apoptosis, respon mereka terhadap FSH adalah pengaturan oleh faktor pertumbuhan. Tumor necrosis factor (TNF) diproduksi oleh sel granulosa, menghambat stimulasi FSH dari sekresi estradiol, kecuali pada folikel dominan. Hubungan yang terbalik antara pengeluaran TNF dan stimulasi gonadotropin dari sel granulosa. Jadi sebagai folikel yang sukses meningkatkan respon untuk gonadotropin, penurunan produksi TNF. Folikel tersebut dengan kegagalan respon untuk menaikkan produksi TNF gonadotropin, mempercepat kematiannya.
Suatu produksi estrogen ovarium yang tak simetris, sebuah ekspresi dari folikel dominan yang sedang timbul, dapat dideteksi di dalam aliran vena ovarium pada hari ke-5 siklus (haid), berhubungan dengan penurunan bertahap dari kadar FSH yang diamati pada pertengahan fase folikular dan terjadi peningkatan diameter, sebagai tanda fisik folikel yang dominan.Ini merupakan waktu yang krusial didalam siklus. Estrogen eksogen bahkan masuk sesudah seleksi dari folikel dominan, mengganggu perkembangan pre ovulasi dan menginduksi atresia oleh pengurangan kadar FSH dibawah tingkat – secara terus menerus. Disebabkan folikel memasuki proses atresia, kehilangan folikel dominan selama periode ini, dengan pemilihan berdasar folikel pre antral lainnya.
Umpan balik negatif dari estrogen pada persediaan FSH menghambat perkembangan pada semuanya, kecuali folikel dominan. Pemilihan folikel sisanya tergantung pada FSH dan harus lengkap perkembangan pre ovulasinya didalam penurunan kadar FSH plasma. Folikel dominan, karena itu harus diselamatkan dari induksi penekanan FSH oleh akselerasi produksi estrogennya. Folikel dominan mempunyai dua keuntungan bermakna, sejumlah besar reseptor FSH terdapat, sebab tingkat proliferasi granulosa yang mana melampaui kelompoknya dan aksi FSH yang tinggi, sebab kadar estrogen intra folikular tinggi (model kelompok non primata) atau sebab peptida autokrin/parakrin lokal (sebagai yang digambarkan di bawah- pada model kelompok primata). Jadi folikel dominan lebih sensitif untuk FSH dan sepanjang perjalanan kritis dari paparan FSH, folikel dominan berlanjut untuk berkembang.Sebagai kesimpulan, rangsangan untuk aromatisasi FSH dapat dipertahankan, ketika pada saat yang sama memilih diantara folikel yang kurang berkembang.Gelombang atresia diantara folikel, karena itu tampak sejajar dengan peningkatan estrogen.
Gambar : . . .
Akumulasi massa yang besar dari sel granulosa disertai oleh perkembangan lanjut dari pembuluh darah theca.Hari ke-9 (haid) , vaskularisasi theca pada folikel dominan adalah dua kali lipat dibanding folikel antral lainnya.Ovarium kera mengeluarkan faktor pertumbuhan poten (Faktor pertumbuhan endotelial vaskular) dimana menginduksi angiogenesis, dan pengeluaran ini diamati pada dua titik perkembangan ketika proliferasi dari kapiler adalah penting, munculnya folikel dominan dan awal corpus luteum.Dalam respon untuk loncatan ovulasi dan sukses menjadi corpus luteum, sel granulosa harus terdapat reseptor LH. FSH menginduksi perkembangan reseptor LH pada sel granulosa dari folikel antral besar. Di sini, setiap estrogen (kelompok non primata) atau peptida autokrin/parakrin lokal (kelompok primata) sebagai koordinator.
Dalam model non primata, dengan peningkatan konsentrasi estrogen dengan folikel, perubahan FSH disertai fokus dari aksinya, dari pengaturan reseptornya untuk generasi reseptor LH.Kombinasi dari suatu kapasitas untuk respon terus menerus walaupun terjadi penurunan tingkat dari FSH dan lingkungan estrogen lokal yang tinggi di dalam folikel dominan menyediakan kondisi optimal untuk perkembangan reseptor LH.LH dapat menginduksi formasi dari reseptor miliknya di dalam FSH sel granulosa utama, tetapi mekanisme yang utama penggunaan stimulasi FSH dan meningkatkan estrogen.Pengaturan estrogen berlangsung melebihi sinergisme dan peningkatannya. Ini merupakan suatu keharusan.Hambatan dari sintesis estrogen dicegah melalui peningkatan stimulasi FSH di dalam reseptor LH.Meskipun prolaktin selalu ada di dalam cairan folikular, tidak ada bukti bahwa prolaktin (berperanan) penting selama suatu sikulus ovulasi normal pada kelompok primata.
Sistem umpan balik
Melalui produksi estrogen dan peptida, folikel dominan menentukan kontrol sesuai tujuannya. Oleh perubahan sekresi gonadotropin melalui mekanisme umpan balik mengoptimalkan lingkungannya untuk dihancurkan dari folikelnya.
Dari penilaian pada Bab 5, gonadotropin-releasing hormone (GnRH) mengatur peranan penting dalam pengontrolan sekresi gonadotropin, tetapi gambaran dari sekresi gonadotropin diamati dalam siklus haid sebagai hasil dari modulasi umpan balik dari permulaan peptida dan steroid dalam folikel dominan, bekerja langsung pada hipotalamus dan pitutary anterior.Sebagai tambahan, peningkatan GnRH menyertai lonjakan LH, menunjukkan bahwa mekanisme umpan balik positif pada hipotalamus dan pitutary (hipofise).Estrogen menekan efek inhibisinya melalui hipotalamus dan hipofise anterior, penurunan sekresi kedua GnRH dan respon GnRH hipofise.Progesteron juga bekerja pada kedua pihak. Aksi inhibisinya pada tingkat hipotalamus, dan seperti estrogen aksi positifnya langsung pada hipofise.
Sekresi FSH sangat sensitif terhadap efek inhibisi negatif dari estrogen pada kadar yang rendah. Pada kadar yang tinggi, kombinasi estrogen dan inhibin untuk penekanan FSH dimana sangat kuat dan terus menerus.Sebaliknya pengaruh estrogen pada pengeluaran LH bervariasi tergantung kadar dan lamanya paparan.Pada kadar rendah, estrogen menentukan hubungan umpan balik negatif dengan LH. Pada kadar tinggi, estrogen berkemampuan untuk mendesak umpan balik positif pada pengeluaran LH.
Peralihan dari supresi (penekanan) dan stimulasi (perangsangan) pengeluaran LH terlihat sebagai kenaikan estradiol selama fase pertengahan folikuler. Terdapat dua gambaran penting pada mekanisme ini :
Kadar estradiol
Lama (waktu) peningkatan terus menerus estradiol
Kadar estradiol yang dibutuhkan untuk mencapai umpan balik adalah > 200 pg/ml dan kadar ini harus terus menerus selama sekitar 50 jam. Kadar estrogen pada tingkat ini tidak pernah tercapai sampai folikel dominan mencapai diameter 15 mm.Rangsangan estrogen harus terus menerus melampaui permulaan lonjakan LH sampai sesudah lonjakan berikutnya dimulai. Sebaliknya lonjakan LH adalah singkat atau tak terlihat sepanjang siklus haid. Dalam pola bulanan yang sudah mapan, gonadotropin disekresi dalam pulsatile (denyutan, pemompaan) dengan frekuensi dan besaran tertentu, bervariasi tergantung fasenya dalam siklus (haid). Pola denyutan langsung disebabkan sekresi denyutan GnRH, tetapi amplitudo dan frekuensi modulasinya disebabkan oleh umpan balik steroid pada hipotalamus dan pitutary anterior.Sekresi denyutan lebih sering tetapi lebih kecil amplitudonya selama fase folikular – dibanding fase luteal, dengan kenaikan ringan frekuensinya yang diamati saat fase folikular sampai ovulasi.
Frekuensi denyutan LH :
Fase folikular dini - 90 menit
Fase folikular akhir - 60-70 menit
Fase luteal dini - 100 menit
Fase luteal akhir - 200 menit
Amplitudo denyutan LH
Fase folikular dini - 6,5 IU/L
Fase pertengahan folikular - 5,0 IU/L
Fase folikular akhir - 7,2 IU/L
Fase luteal dini - 15,0 IU/L
Fase pertengahan luteal - 12,2 IU/L
Fase luteal akhir - 8,0 IU/L
Pola denyutan dari FSH tidak mudah dilihat, sebab waktu paruhnya relatif lebih lama dibanding LH, data-data penelitian menerangkan bahwa FSH dan LH disekresi secara simultan dan bahwa stimulasi GnRH mensekresi pada kedua gonadotropin. Bahkan sampai akhir hanya 36-48 jam sebelum haid, sekresi gonadotropin masih ditentukan oleh denyutan LH yang jarang dan khas kadar rendah FSH pada fase luteal akhir. Selama transisi dari fase luteal awal ke fase folikular berikutnya, GnRH dan gonadotropin dilepaskan dari efek penekanan dari estradiol, progestin dan inhibin.Kenaikan yang cepat dan progresif dalam sekresi denyutan GnRH berhubungan dengan sekresi istimewa dari FSH dibanding LH. Frekuensi denyutan GnRH dan LH meningkat 4,5 kali lipat selama periode ini, diikuti kenaikan 3,5 kali lipat pada kadar FSH darah dan meningkat 2 kali lipat pada kadar LH.
Perubahan frekuensi denyut GnRH pada fase luteal berhubungan dengan lama paparan progesteron, ketika perubahan amplitudo denyutan tampak berpengaruh oleh perubahan pada kadar progesteron.Baik estradiol maupun progesteron dibutuhkan untuk mencapai kadar yang rendah, menekan pola sekresi GnRH selama fase luteal.Penelitian membuktikan bahwa steroid berpengaruh terhadap pengeluaran hipotalamus GnRH untuk perubahan frekuensi dan hipofise untuk aksi amplitudo denyutan gonadotropin. Aksi penekanan dari steroid fase luteal tampaknya diperantarai oleh kenaikan peptida opioid endogen hipotalamus.Baik estrogen maupun progesteron dapat meningkatkan opiat endogen. Masuknya clomifen (antagonis estrogen) selama fase luteal menaikkan frekuensi denyutan LH tanpa efek pada amplitudo.Jadi estrogen tampaknya menaikkan aksi rangsangan dari progesteron fase luteal pada peptida opioid endogen, menciptakan kadar yang relatif tinggi dari opiat endogen selama fase luteal.
Endorfin plasma mulai meningkat dua hari sebelum puncak LH, bertepatan dengan lonjakan gonadotropin pertengahan siklus. Kadar maksimal dicapai tepat sesudah puncak LH, bertepatan dengan ovulasi. Kadarnya kemudian menurun secara bertahap sampai kadar yang terendah yang dicapai selama haid dan permulaan fase folikular.Kera mempunyai kadar beta-endorfin yang lebih tinggi pada pembuluh portal hipofise pada pertengahan siklus.Siklus (perputaran) normal: membutuhkan periode dasar yang tinggi (siklus pertengahan dan fase luteal) dan rendah (selama haid) aktivitas opioid hipotalamus.
Inhibin, Activin, Follistatin
Kelompok peptida ini disintesis oleh sel granulosa, mempengaruhi FSH dan disekresi ke dalam cairan folikular dan aliran vena ovarium. Pengeluaran peptida ini tidak terbatas ke ovarium, mereka juga terdapat pada banyak jaringan di seluruh tubuh, tersedia sebagai pengatur autokrin/parakrin.Inhibin merupakan inhibitor penting untuk sekresi FSH. Activin menstimulasi pengeluaran FSH pada pituitary dan memperkuat aksi FSH pada ovarium.Follistatin mensupresi aktivitas FSH, kemungkinan melalui ikatan dengan activin.
Inhibin terdiri dari 2 peptida yang tidak serupa (dikenal sebagai subunit alfa dan beta) dihubungkan oleh pita disulfida. Dua bentuk inhibin (inhibin A dan inhibin B) yang telah dimurnikan, masing-masing berisi sub unit alfa yang sama dan jelas, tetapi berhubungan dengan subunit beta.Jadi mereka terdiri dari 3 subunit inhibin: alfa, beta-A dan beta-B.Setiap subunit merupakan produk dari RNA messenger yang berbeda, berasal dari molekul prekursornya. Upaya awal untuk mengerti peranan inhibin, terhambat oleh pengukuran yang harus teliti, dan faktanya bahwa beberapa jenis terdapat di dalam sirkulasi termasuk subunit beta.
Dua bentuk inhibin:
Inhibin A : alpha-beta A
Inhibin B : alpha-beta B
FSH menstimulasi sekresi inhibin dari sel granulosa dan sebaliknya ditekan oleh inhibin – suatu hubungan timbal balik.Dengan teknik pengukuran yang murni mengungkapkan bahwa inhibin B merupakan bentuk inhibin predominan yang disekresi oleh sel granulosa pada fase folikular.Sekresi inhibin diatur lebih lanjut oleh kontrol autokrin/parakrin lokal.GnRH dan faktor pertumbuhan epidermal mengurangi stimulasi FSH dari sekresi inhibin, sebaliknya insulin-like growth factor I meningkatkan produksi inhibin.Efek inhibisi GnRH dan faktor pertumbuhan epidermal adalah tetap dengan kemampuan yang telah dikenal untuk menurunkan stimulasi FSH terhadap produksi estrogen dan formasi reseptor LH.Aksi GnRH memberi beberapa dukungan untuk sebuah zat GnRH ovarium endogen (dimana ditemukan pada cairan folikular) dan terlibat didalam produksi inhibin.
Gambar : . . .
Sekresi inhibin B ke sirkulasi diperkuat lebih lanjut oleh pengambilan kembali FSH dari folikel lain, suatu mekanisme lain yang merupakan dominasi folikel yang muncul Inhibin B muncul secara perlahan tetapi stabil, pada penampilan sebuah denyutan (periode 60-70 menit) mencapai kadar puncak pada fase awal dan pertengahan folikuler, dan kemudian menurun pada fase folikuler akhir – sebelum ovulasi, mencapai titik terendah pada fase pertengahan luteal.Puncak inhibin B sehari sesudah ovulasi merupakan kemungkinan hasil dari pengeluaran folikel yang pecah. Hubungan inhibin B dan FSH ini didukung oleh penampilan bahwa tingkat inhibin B lebih rendah dan tingkat FSH lebih tinggi pada fase folikuler pada wanita usia 45-49 tahun dibanding wanita yang berusia lebih muda.
Activin merupakan suatu peptida, yang mana berhubungan dengan inhibin, tetapi mempunyai kerja yang berlawanan (stimulasi pengeluaran FSH dan sejumlah reseptor GnRH).Peptida ini berisi dua subunit yang serupa: subunit beta dari inhibin A dan B.Jadi ketika masing-masing subunit beta inhibin berkombinasi dengan subunit alfa, molekul akhir, inhibin A atau B, menghambat pengeluaran dari FSH.Jika subunit beta berpasangan bersama, molekul merangsang pengeluaran FSH.Setiap subunit activin disandikan oleh suatu gen yang berbeda. Struktur dari gen activin adalah homolog, dimana faktor β pertumbuhan bertransformasi. Hal ini dapat dilihat bahwa semua produk berasal dari famili gen yang sama. Hal penting lain: sejumlah anggota famili ini merupakan hormon anti mullerian, sebaik dengan suatu protein aktif selama embriogenesis serangga dan suatu protein aktif pada embrio katak.
3 jenis activin :
Activin A : beta A – beta A
Activin AB : beta A – beta B
Activin B : beta B – beta B
Aktivin terdapat pada banyak jenis sel, mengatur pertumbuhan dan diferensiasi. Pada folikel ovarium, activin meningkatkan ikatan FSH pada sel granulosa (oleh pengaturan sejumlah reseptor) dan memperkuat stimulasi FSH dari produksi inhibin dan aromatisasi.Bukti yang nyata berasal dari keberadaan sel manusia menunjukkan bahwa aksi langsung inhibin dan activin pada sel theca untuk mengatur sintesis androgen.Inhibin meningkatkan stimulasi LH dan/atau IGF-I, sementara activin menekan aksi ini.Inhibin yang dosisnya dinaikkan dapat mengatasi hambatan dari kerja activin.Sebelum ovulasi, activin mensupresi granulosa untuk memproduksi progesteron, barangkali: mencegah luteinisasi yang prematur. Terdapat sebuah repertoire dari sel reseptor transmembrane kinase untuk activin dengan perbedaan afinitas ikatan dan struktur domain. Reseptor heterogen ini menyebabkan bermacam respon yang diperoleh oleh peptida tunggal. Baik activin A maupun inhibin A sangat poten merangsang maturasi oosit di jaringan, berikutnya lingkungan dengan tingkat fertilisasi yang tinggi.
Rangkuman, sekresi FSH pituitary mengatur secara signifikan oleh keseimbangan activin dan inhibin, dengan peranan follistatin untuk menekan activin dan meningkatkan aktivitas inhibin. Dengan folikel ovarium, activin dan inhibin mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan oleh pengaturan theca, dan respon granulosa terhadap gonadotropin.
Faktor pertumbuhan
Faktor pertumbuhan merupakan polipeptida, mengatur proliferasi dan diferensiasi sel, bekerja melalui ikatan dengan reseptor membran sel spesifik. Mereka bukan zat endokrin klasik. Mereka bekerja secara lokal dan berfungsi dalam bentuk autokrin dan parakrin. Terdapat banyak faktor pertumbuhan dan kebanyakan sel berisi banyak reseptor untuk faktor pertumbuhan yang bervariasi.
Faktor pertumbuhan serupa insulin (Insulin-like growth factor)
Faktor pertumbuhan serupa insulin (juga dinamakan somatomedin) merupakan peptida, mempunyai struktur dan fungsi serupa insulin, dan memperantarai kerja hormon pertumbuhan.Faktor pertumbuhan serupa insulin I (IGF-I) dan faktor pertumbuhan serupa insulin II (IGF-II) merupakan polipeptida rantai tunggal berisi 3 ikatan disulfida.IGF-I disandikan pada lengan panjang kromosom 12 dan IGF-II pada lengan pendek kromosom 11 (juga berisi gen insulin).Gen merupakan subyek untuk variasi promoter. Jadi pengaturan berbeda dapat menentukan pekerjaan pokoknya.
Reseptor IGF
Reseptor tipe I disebut reseptor IGF I, reseptor tipe II dalam penampilan yang serupa disebut reseptor IGF-II. IGF-I juga berikatan dengan reseptor insulin, tetapi dengan afinitas yang rendah. Ikatan insulin dengan reseptor IGF-I dengan afinitas yang moderat. Reseptor IGF-I dan reseptor insulin mempunyai struktur yang serupa. Tetramer terdiri dari 2 subunit α dan 2 subunit β disambung oleh ikatan disulfida.Komponen intra seluler subunit β adalah tyrosine kinase yang diaktifkan oleh autofosforilasi. Reseptor IGF-II tidak berikatan dengan insulin, terdiri dari rantai glikoprotein tunggal, dengan 90 % strukturnya berisi ekstra seluler. Fungsi reseptor sebagai pasangan reseptor dengan protein G.Efek fisiologis IGF-I dapat diatur oleh reseptornya, tetapi IGF-II dapat mendesak aksinya melalui kedua reseptor. Memang reseptor IGF-I mengikat IGF-I dan IGF-II dengan afinitas yang seimbang.Dalam sel manusia, reseptor IGF-I dan reseptor IGF-II terdapat di dalam sel theca dan sel granulosa dan di dalam luteinisasi sel granulosa. Jaringan stroma ovarium berisi reseptor IGF-I.
Gambar: . . .
Aksi IGFs ovarium
IGF-I telah diperlihatkan untuk menstimulasi kejadian-kejadian ini di dalam sel theca dan sel granulosa ovarium : sintesis DNA, steroidogenesis, aktivitas aromatase, sintesis reseptor LH dan hambatan sekresi. IGF-II menstimulasi mitosis granulosa. Dalam sel ovarium manusia, IGF-I bersinergi dengan FSH, stimulasi sintesis protein dan steroidogenesis. Sesudah reseptor LH tampak, IGF-I meningkatkan induksi sintesis progesteron. IGF-I bersinergi dengan FSH, sangat aktif merangsang aktivitas aromatase pada folikel pre ovulasi.Jadi IGF-I terlibat sintesis estradiol maupun progesteron.
Gambar : . . .
Pada percobaan binatang, sintesis IGF-I oleh sel granulosa tergantung pada FSH tetapi ditingkatkan oleh estradiol. Hormon pertumbuhan juga bekerja secara sinergis dengan FSH dan estradiol untuk peningkatan sintesis IGF.Ceritanya menjadi tidak jelas, sementara pengaturan dan faktor pertumbuhan bervariasi. Mereka menstimulasi dan inhibisi bervariasi.Pada binatang pengerat, sel granulosa merupakan sisi mayor untuk ekspresi gen IGF-I, yang mana diaktifkan hanya sebelum ovulasi. Hal ini tak terdeteksi pada folikel atresia / corpus luteum. Juga pada binatang pengerat, pengeluaran gen IGF-II tampak terbatas pada sel theca dan interstisial. Bagaimanapun juga pengeluaran IGF adalah berbeda pada kelompok primata.
Gambar : . . .
Skenario kelompok primata didukung penemuan IGF-II pada kadar yang lebih tinggi, bukan IGF-I, pada cairan folikular dari folikel yang sedang berkembang dengan kadar yang tertinggi pada folikel yang dominan.Kadar IGF pada cairan folikular berhubungan dengan kadar estradiol dan mengalamipeningkatan lebih jauh sesudah lonjakan LH.Tidak ada siklus haid yang mempengaruhi kadar plasma : IGF-I, IGF-II, IGFBP-1 atau IGFBP-3. Kadar tinggi pada folikel dominan tidak berhubungan dengan peningkatan kadar sirkulasi.Kadar IGFBP-1 sirkulasi menurun responnya terhadap insulin. Kadar sirkulasi menurun pada wanita dengan anovulasi dan polikistik ovarii, dimana kadar insulin meningkat.Pasien ini juga meningkat kadar IGF-1 nya di dalam sirkulasi, kemungkinan suatu konsekuensi stimulasi sintesis LH dan sekresi sel theca. Kadar IGFBP-1 di cairan folikular polikistik ovarii menurun. Jadi BP ini tidak berperan menghambat kerja dari IGF-1 polikistik ovarii. Kadar IGFBPs 2 dan 4 cairan folikular folikel pasien anovulasi : meningkat (sebagai folikel atretik).Bahkan perubahan ini berperanan pada patofisiologi anovulasi, mereka konsisten dengan kegagalan perkembangannya dan mungkin bukan menjadi faktor penyebab.
Faktor pertumbuhan serupa insulin merupakan sesuatu yang kompleks dan mempesona. Bagaimanapun kontribusinya mungkin dipermudah dan tidak penting. Dwarfism tipe Laron merupakan karakteristik oleh defisiensi IGF-1 disebabkan abnormalitas reseptor hormon pertumbuhan.Meskipun kadar rendah IGF-1 dan kadar tinggi IGFBP, seorang wanita dengan dwarfism tipe Laron tanggap terhadap stimulasi gonadotropin eksogen dengan memproduksi folikel matang multipel dengan produksi estrogen yang baik dan oosit yang fertil. Penjelasan lain dari observasi ini, bahwa IGF-II dibanding IGF-I merupakan faktor penting di dalam folikel dominan (manusia). Peluang ini didukung oleh bukti bahwa IGF-II merupakan IGF yang paling berlimpah pada folikel ovarium (manusia).Peluang lain bahwa dwarf tipe Laron mempunyai defisiensi hanya pada IGF-1 tergantung hormon pertumbuhan (growth hormone-dependent IGF-1) dan IGFs ovarium tidak seluruhnya tergantung pada hormon pertumbuhan.
Ringkasan dari: aksi faktor pertumbuhan serupa insulin (Insulin-like growth factor) pada ovarium.
1. IGF-II menstimulasi proliferasi sel granulosa, aktivitas aromatase dan sintesis progesteron
2. IGF-II dibuat di sel theca sel granulosa dan sel granulosa terluteinisasi. Pada babi dan tikus besar IGF primer adalah IGF-1
3. Gonadotropin menstimulasi produksi IGF, dan pada hewan percobaan: stimulasi ini ditingkatkan oleh estradiol dan hormon pertumbuhan.
4. Reseptor IGF-1 terdapat pada sel theca dan sel granulosa. Hanya reseptor IGF-II yang terdapat pada granulosa lutein. IGF-II mengaktifkan reseptor IGF-I maupun reseptor IGF-II.
5. IGF yang banyak dijumpai pada folikel manusia adalah IGF-II
6. FSH menghambat sintesis ikatan protein sehingga meningkatkan kemampuan faktor pertumbuhan.
Faktor pertumbuhan epidermal
Faktor pertumbuhan epidermal merupakan mitogen untuk bermacam-macam sel dan aksinya diperkuat oleh faktor pertumbuhan yang lain. Sel granulosa secara tersendiri berespon terhadap faktor pertumbuhan ini dalam jalur yang bervariasi, dihubungkan dengan stimulasi gonadotropin, termasuk proliferasi. Faktor pertumbuhan epidermal menekan peningkatan FSH pada reseptor miliknya
Faktor pertumbuhan transformasi (transforming growth factor)
TGF-α merupakan struktur analog dari faktor pertumbuhan epidermal dan dapat mengikat reseptor faktor pertumbuhan epidermal. TGF-β menggunakan sebuah reseptor yang berbeda dari reseptor faktor pertumbuhan epidermal. Faktor ini melalui pengatuan pertumbuhan autokrin.Inhibin dan activin berasal dari famili gen yang sama.TGF-β disekresi oleh sel theca, meningkatkan induksi FSH dari reseptor LH pada sel granulosa. Aksi ini berlawanan dengan faktor pertumbuhan epidermal. Aksi ini dapat dilihat sebagai sesuatu yang berakibat baik pada sel granulosa theca.TGF-β mempunyai aksi negatif: menekan produksi androgen.
Faktor pertumbuhan fibroblast
Faktor ini merupakan mitogen untuk bermacam-macam sel dan terdapat pada semua jaringan penghasil steroid; berperanan penting di dalam folikel ovarium termasuk stimulasi mitosis pada sel granulosa, stimulasi angiogenesis, stimulasi aktivator plasminogen, inhibisi kenaikan FSH pada reseptornya dan inhibisi induksi FSH pada reseptor LH untuk pengeluaran dan produksi estrogen. Aksi ini berlawanan dengan faktor β pertumbuhan transformasi.
Platelet berasal dari faktor pertumbuhan
Faktor pertumbuhan ini merubah jalur AMP cyclic berespon terhadap FSH, terutama mereka terlibat pada diferensiasi sel granulosa. Platelet, baik yang berasal dari faktor pertumbuhan maupun dari faktor pertumbuhan epidermal mungkin juga merubah produksi prostaglandin dalam folikel
Faktor pertumbuhan angiogenik
Vaskularisasi folikel dipengaruhi oleh peptida dan cairan folikular terutama faktor pertumbuhan endotelial (VEGF).Sitokin diproduksi di dalam sel granulosa akibat pengaruh LH. Sel luteal berespon terhadap HCG lebih kuat daripada VEGF output .
Suatu mekanisme yang mungkin menyumbang untuk kenaikan permeabilitas vaskular dihubungkan dengan hiperstimulasi ovarium. Hal ini tampak dari pemasukan gonadotropin eksogen (Bab 30).
Sistem interleukin-1
Leukosit merupakan komponen menonjol dari folikel ovarium dan merupakan suatu sumber utama interleukin. Interleukin-1 merupakan anggota dari keluarga sitokin mediator imun. Ovarium manusia berisi sistem lengkap interleukin-1
(ligan dan reseptor). Pada tikus besar, interleukin-1 merangsang ovarium mensintesis prostaglandin dan berperanan pada ovulasi.
Tumor Necrosis Factor –α (TNF- α)
TNF- α juga merupakan produk dari leukosit (makrofag). Merupakan sebuah kunci dalam proses apotosis. Sebuah gambaran atresia folikular seperti luteolisis corpus luteum.
Peptida lain
Cairan folikular benar-benar merupakan suatu sup protein. Terdiri dari komposisi eksudat dari plasma dan ekresi sel folikular.Bermacam-macam hormon dapat dijumpai pada cairan folikular seperti enzim dan peptida. Hal ini berperanan dalam pertumbuhan dan perkembangan folikular, ovulasi dan peningkatan respon hormonal.
Cairan folikular berisi prorenin, suatu prekursor tidak aktif dari renin. Kadarnya sekitar 12 kali lipat lebih tinggi dibanding kadar di dalam plasma.Tampaknya LH merangsangnya bersintesis di dalam folikel. Terdapat suatu puncak kadar prorenin plasma pada pertengahan siklus. Kadar sirkulasi prorenin juga meningkat (10 kali lipat) selama awal kehamilan. Hasil stimulasi ovarium oleh peningkatan HCG. Kenaikan prorenin dari ovarium tidak berespon untuk beberapa perubahan yang bermakna pada kadar plasma dari bentuk aktif, renin.Kemungkinan peranan sistem prorenin-renin-angiotensin ovarium termasuk stimulasi steroidogenesis untuk menyiapkan zat androgen untuk produksi estrogen, pengaturan metabolisme calcium & prostaglandin dan perangsangan angiogenesis.Sistem ini mungkin mempengaruhi fungsi vaskular dan jaringan, baik di dalam maupun di luar ovarium.Anggota famili proopiomelanocortin dapat ditemukan dalam cairan folikular manusia. Kadar ACTH dan β- lipoprotein folikular tetap stabil sepanjang siklus (haid), tetapi kadar β-endorphin mencapai puncak - tepat sebelum ovulasi.Sebagai tambahan, enkephalin kadarnya relatif tak berubah. Sistem Cotrticotropin-releasing hormone (CRH) terdapat pada sel theca, tidak terdapat pada sel granulosa, lengkap dengan CRH, reseptor CRH dan CRH – binding protein. CRH menghambat LH menstimulasi produksi androgen di dalam sel theca, tampaknya melalui penekanan ekspresi gen P450c17.
Hormon antimullerian diproduksi oleh sel granulosa dan berperanan pada maturasi oosit (menghambat meiosis oosit) dan perkembangan folikular. Hormon antimullerian secara langsung menghambat proliferasi sel granulosa dan sel luteal seperti faktor pertumbuhan epidermal merangsang proliferasi.Cairan folikular mencegah permulaan meiosis sampai ‘sentakan’ LH pre ovulasi mengatasi atau menghilangkan penghambatan ini.Aksi ini dihubungkan dengan oocyte maturation inhibitor (OMI).
Pregnancy-associated plasma protein A ditemukan pada plasma, juga terdapat dalam cairan folikular. Mungkin menghambat aktivitas proteolitik di dalam folikel sebelum ovulasi.
Endothelin-1 merupakan suatu peptida, dihasilkan di sel endothelial vaskular, mungkin merupakan zat yang dahulu dikenal sebagai penghambat luteinisasi. Ekspresi gen endothelin diinduksi oleh hipoksia yang berhubungan dengan granulosa a vaskular dan menghambat LH menginduksi produksi progesteron. Terdapat ketidakyakinan apakah peptida seperti GnRH (GnRH-like peptide) mempunyai suatu peranan folikular atau menggambarkan GnRH yang terasing.Oksitosin ditemukan pada folikel pre ovulasi dan corpus luteum. Growth hormone-binding protein terdapat pada cairan folikular dan serupa karakteristiknya dengan binding-protein serum.
Ringkasan bukti-bukti folikel antral
1. Produksi estrogen fase folikular dapat dijelaskan melalui mekanisme‘dua sel’, ‘dua gonadotropin’.
2. Pemilihan folikel dominan berlangsung pada hari ke 5 – 7 (siklus haid), kadar estradiol perifer mulai meningkat bermakna mulai hari ke 7 (siklus haid)
3. Kadar estradiol , berasal dari folikel dominan – meningkat secara konstan melalui efek umpan balik negatifnya - mendesak pengaruh supresi lebih kuat secara progresif pada pengeluaran FSH
4. Sementara terjadi penurunan kadar FSH, mulai pertengahan folikuler; estradiol mendesak pengaruh umpan balik positif pada sekresi LH.
5. Aksi positif estrogen juga termasuk modifikasi molekul gonadotropin; meningkatkan kualitas (bioaktivitas) seperti jumlah FSH dan LH pada pertengahan siklus.
6. Kadar LH mulai stabil selama fase folikuler akhir, merangsang produksi androgen pada theca.
7. Suatu tanggapan yang unik dari FSH membiarkan follikel dominan menggunakan androgen sebagai zat(substrat) dan mempercepat produksi estrogen.
8. FSH menginduksi penampilan reseptor LH pada sel granulosa
9. Respon folikular terhadap gonadotropin diatur oleh bermacam-macam faktor pertumbuhan dan peptida autokrin/parakrin.
10. Inhibin B disekresi oleh sel granulosa sebagai tanggapan terhadap FSH, secara langsung menekan sekresi FSH (pituitary).
11. Activin, baik yang berasal dari kelenjar pituitary (hipofise) maupun granulosa; memperkuat aksi dan sekresi FSH.
Pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium.
Perhatian kita terhadap adanya pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium berbeda dalam hal penyebab kegagalan yang dapat ditemukan adanya reseptor estrtogen dengan perbandingan bermakna pada kera: folikel, jaringan stroma, jaringan interstitiil atau korpus luteum. Hal penting pada semua temuan tersebut, telah diubahnya ke sel granulosa manusia uang hanya meliputi mRNA untuk reseptor beta estrogen. Pada percobaan kera, tidak ada reduksi dari seluruh jumlah atau ukuran folikel yang dihubungkan kalau produksi estrogen efektif menekan dengan terapi penghambat dari sistem enzim aromatase atau dengan penghambat 3 beta-hidroksisteroid dehidrogenase. Perkembangan oocyt tidak berubah, meskipun rata –rata fertilisasi akibat hasil dari terapi. Alasan lain bahwa efek estrogen terhadap ertumbuhan dan perkembangan folikel adalah perangsangan dengan gonadotropin terhadap pertumbuhan dan perkembangan folikel normal pada wanita dengan defisiensi 17 alpha – Hydroxylase (Penyakit keturunan yang mencegah produksi androgen dan estrogen).
Penurunan estrogen didukung oleh adanya respon pada wanita defisiensi gonadotropin yang diterapi dengan FSH rekombinan. Beberapa aromatisasi terjadi, mungkin penggunaan androgen dalam kelenjar adrenal, kadar estradiol sebagai produksi awal fase folikuler, tetapi penggunaan steroidogenesesis tidak mungkin tanpa adanya LH untuk memproduksi substrat androgen. Namun demikian, oocyt yang diterima pada fertilisasi in vitro, kehamilan dapat diperoleh. Respon yang sama pada pengamatan eksperimen penggunaan GnRH antagonis pada defisiensi LH pada kera dan kemudian dicatat sebagai rekombinan, FSH manusia murni.
Hasil tersebut memberi isyarat bahwa hanya FSH yang didapat untuk folikulogenesis dan bahwa secara primer peptida autokrin/parakrin dapat menempatkan estrogen menjadi penting untuk mengatur respon gonadotropin. Telah dilaporkan bahwa aktivitas ovarium primer mengikuti :
1. Pengaturan inhibin dan aktivin untuk sintesis androgen dalam sel theca manusia. Peningkatan inhibin dan penekanan terhadap aktivin merangsang kerja LH dan atau IGF-I, dan inhibin dapat sebagai penghambat kerja aktivin pada sel-sel theca.
2. Pada sel-sel imatur granulosa, aktivin memperbanyak semua aktivitas FSH, khususnya aktivitas aromatse (produksi estrogen).
3. Pada sel-sel lutein granulosa, aktivin secara langsung merupakan aktivitas mitogenik dan menekan steroidogenesis dalam merespon LH, apabila inhibin tidak berefek pada aromatase LH-dependent pada sel-sel matang granulosa.
4. Pada fase folikular, granulosa memproduksi inhibin dibawah kontrol FSH, tetapi selama fase folikular terjadi perubahan kontrol LH pada sintesis luteal inhibin.
5. Pada pertumbuhan folikel, terjadi penurunan produksi aktivin dan peningkatan produksi inhibin. Sebagai tambahan, kadar folistatin meningkat pada cairan folikel dengan meningkatnya pertumbuhan folikel, suatu mekanisme untuk menurunkan aktivitas activin.
Kerja tersebut datang secara bersamaan saling mengikuti. Pada fase awal folikuler, activin diperoduksi oleh sel-sel granulosa dalam folikel imatur sebagai kerja FSH pada aktivitas aromatase dan formasi reseptor FSH & LH, apabila penekanan secara terus menerus terhadap sintesis androgen pada sel theca. Pada fase akhir folikular, peningkatan produksi inhibin oleh sel-sel granulosa (dan penekanan aktivin) promosi sintesis androgen dalam sel theca dalam merespon LH dan IGF-II untuk memberikan substrat sebagai penghasil terbesar estrogen dalam sel granulosa. Pada granulosa matang folikel dominan preovulatory, giliran aktivin mencegah luteinisasi prematur dan produksi progesteron.
Keberhasilan folikel adalah adanya suatu kadar yang lebih tinggi didapat dari aktivitas aromatase dan reseptor LH dalam merespon FSH. Keberhasilan folikel sebagai karakteristik adanya estrogen tertinggi (sebagai kerja sentral umpan balik) dan produksi inhibin terbanyak ( untuk kerja baik sentral maupun lokal).
Prestasi ini terjadi secara sinkrun dengan gambaran aktivin yang sesuai. Kadar tertinggi aktivitas gene encoding aktivin B ditemukan dalam folikel antral imatur dan lebih rendah pada folikel preovulatory. Kemudian protein aktivin tersebut (aktivitas FSH tertinggi) diproduksi dengan jumlah terbesar pada perkembangan awal folikel untuk daya penerimaan folikel tertinggi terhadap FSH. Hal ini tidak meyakinkan yang mana bentuk inhibin sebagai kunci sebuah alur, tetapi sebagai sirkulasi kadar inhibin, inhibin B adalah inhibin predominan dalam cairan folikel dari folikel yang tumbuh.
Konsentrasi sebenarnya dari androgen dalam sel granulosa meningkatkan aktivitas aromatase dan produksi inhibin dan turun, inhibin menaikkan stimulasi LH dari sintesis androgen sel theca. Dengan berkembangnya folikel, gambaran inhibin datang dibawah kontrol LH. Sebagai kunci keberhasilan ovulasi dan fungsi luteal adalah konversi produksi inhibin untuk penerimaan LH untuk memelihara FSH yang menekan secara sentral dan peningkatan kerja lokal LH.
Sebagian kecil peranannya ditentukan oleh insulin – like growth factor pada penampakan dari keberhasilan produksi yang majemuk, estrogen yang diproduksi oleh folikel menyebabkan oocyt menjadi fertil pada wanita dengan defisiensi IGF-I yang diterapi dengan gonadotropin. Faktor pertumbuhan diduga penting tetapi mungkin tidak esensial, tugas sebagai agen pelengkap. Yang mana, keberhasilan kehamilan pada wanita defisiensi IGF-I menjadi indikasi yang lebih penting dari IGF-II. Sebagai tambahan IGFs dalam ovarium mungkin bukan growth hromon tergantung dan kemudian IGF-I dan atau IGF-II menjadi penting pada folikel primer ovarium.
Simpulan kejadian folikel primer ovarium.
1. FSH merangsang produksi inhibin dan aktivin dari sel granulosa.
2. Aktivin meningkatkan aktivitas FSH: ekspresi reseptor FSH, aromatisasi, produksi inhibin / aktivin dan ekspresi reseptor LH.
3. Inhibin meningkatkan stimulasi LH terhadap sintesis androgen dalam sel theca untuk menghasilkan substrat untuk aromatisasi estrogen dalam granulosa.
4. Inhibin B disekresi dari sel granulosa kedalam sirkulasi, dimana kerja klasik endokrin menekan sekresi FSH dari kelenjar hipofise.
5. Dengan adanya reseptor LH, produksi inhibin dipelihara dibawah kontrol LH.
6. semua fungsi diatur oleh growth factor tuannya dan IGF-II dapat lebih penting.
Folikel preovulatory
Sel-sel granulosa pada folikel preovulasi membesar dan ditemukan lipid termasuk apabila sel theca menjadi vakuola dan kaya terhadap vaskuler, menyebabkan folikel preovulasi tampak hiperemi. Oocyt mengalami proses miosis, mendekati berakhirnya sebauh reduksi.
Mendekati matang, produksi folikel preovulasi meningkatkan jumlah estrogen. Selama fase akhir folikuler, estrogen dikeluarkan secara lambat, kemudian dengan cepat dan mencapai puncaknya pada 24 – 36 jam sebelum ovulasi. Terjadinya LH surge pada saat kadar estradiol mencapai puncaknya. Asalkan stimulasi terhadap ovulasi untuk menseleksi folikel, adanya LH surge secara kebetulan merupakan sisa folikel, dengan rendah esrtogen dan FSH, lebih lanjut terjadi peningkatan androgen yang lebih tinggi.
Kerja reseptor sendiri, LH menentukan luteinisasi granulosa pada folikel dominan dengan hasil progesteron. Reseptor LH, suatu saat penghambatan terhadap pertumbuhan sel dan fokus energi sel dalam steroidogenesis (kerja dari IGF). Peningkatan progesteron dapat dideteksi dalam venus ovarium yang ada folikel preovulasi lebih dini yaitu 10 hari dari siklus haid. Peningkatan yang sedikit tetapi bermakna dalam menghasilkan progesteron pada periode preovulasi menjadi penting secara psikologi. Progesteron folikular yang emergensi, sirkulasi progesteron dialirkan melalui kelenjar adrenal.
Reseptor progesteron mulai tampak dalam sel granulosa folikel dominan pada periode preovulasi. Secara tradisional tampak reseptor progesteron digambarkan sebagai adanya respon estrogen melalui mekanisme reseptor estrogen. Hal ini bukanlah kasus folikel primer ovarium. Data percobaan pada kera telah menjadi menarik bahwa stimulasi reseptor LH progesteron tampak pada sel granulosa. Data in vitro sel manusia mendukung bahwa progesteron preovulasi dan gambaran reseptor progesteron secara langsung menghambat mitosis sel granulosa, kemungkinan menerangkan adanya proliferasi sel granulosa sebagai sel-sel yang ada reseptor LH.
Efek progesteron sebagai respon positif mekanisme umpan balik terhadap estrogen pada waktu dengan dosis tergantung. Apabila diperkenalkan setelah estrogen adekuat, adanya progesteron sebagai respon positif mekanisme umpan balik, secara langsung kerja hipofise dan adanya kadar estradiol subthreshold dapat menginduksi karakteristik LH surge. Oleh sebab itu, terjadinya ovulasi secara mendadak tetap dapat diamati pada anovulasi, wanita amenorik tercatat sebagaia perubahan progestin. Apabila tercatat sebelum terjadi perangsangan esrtogen atau dalam dosis tingi (kadar dalam darah lebih besar 2 ng/ml), blok progesteron LH surge pada midcycle. Tepatnya rendahnya kadar progesteron dari folikel matur disebarkan secara sinkrun pada surge midcycle.
Sebagai tambahan untuk melengkapi kerja LH, progestron pada midcycle adalah respon yang bermakna untuk FSH surge. Kerja progesteron ini dapat dilihat sebagai tahapan lajutan dalam memastikan berakhirnya kerja FSH pada folikel, khususnya membuat kepastian terhadap selesainya secara penuh reseptor LH pada lapisan granulosa. Pada situasi percobaab yang pasti, kenaikan estradiol itu sendiri dapat sebagai perangsang LH dan FSH surge, mendukung perubahan progesteron yang pasti terhadap efek estradiol tetapi mungkin tidak secara obikgatory. Lain dari itu, penghambatan sintesis progesteron pada midcycle atau aktivitas pada kera dibandingkan proses ovulasi dan luteinisasi. Kerja estrogen dan progesteron yang ada tersebut memberi gambaran dan kerja secara terus-menerus dari GnRH.
Periode preovulasi dihubungkan dengan munculnya kadar 17 alpha-hydroxyprogesteron. Steroid ini tidak memberi gambaran alur pada siklus yang teratur dan penampakan ini dalam darah menandakan adanya sekresi dari produksi intermedia. Seperti misalnya, tanda adanya perangsangan LH dari P450Scc dan P450c17. aktivitas enzim yang penting untuk produksi androgen sel theca, merupakan subtrat estrogen granulosa. Setelah ovulasi, beberapa sel theca menjadi lutein yang merupakan bagian korpus luteum dan kehilanngan kemampuan untuk mengekspresikan P450c17. sel theca lutein yang lain menghambat aktivitas P450c17 dan dipercaya secara terus menerus memperoduksi androgen untuk aromatisasi estrogen.
Apabila folikel lebih sedikit yang rusak untuk maturutas secara keseluruhan akan menjadi atresia, sel theca kembali keasal mula sebagai komponen jaringan stroma, yang jelas, dimana kemampuan untuk merespon LH dengan aktivitas P450 dan menghasilkan steroid. Karena produksi jaringan theca adalah androgen, meningkatkan dalam jaringan theca pada fase akhir folikular, dihubungkan dengan munculnya kadar androgen pada plasma perifir di midcycle. Terdapat 15% peningkatan androstenodion dan 20% peningkatan testosteron. Respon ini diubah oleh adanya inhibin, suatu hal untuk memperkuat perangsangan LH untuk menghasilkan androgen dan sel theca.
Androgen pada stadium ini mempunyai tujuan ;1) membantu perubahan lokal ovarium menjadi atresia, dan 2) efek sistemik, akan merangsang libido. Androgen intraovarium merangsang kematian sel granulosa dan atresia folikel. Mekanisme spesifik tersebut untuk kerja ini tidak jelas, meskipun kejadian ini dicurigai melalui intervensi estrogen dan faktor autokrin/parakrin dalam mengubah aktivitas FSH, yang mana androgen dapat memainkan alur regulasi dalam memastikan bahwa folikel dominan lebih banyak ada stigma ovulasi.
Pengetahuan yang baik ini bahwa libido dapat dirangsang oleh androgen. Apabila ada kenaikan pada midcycle androgen dapat meningkatkan libido, kemudian meningkatkan aktivitas seksual bertepatan dengan peningkatan tersebut. Kegagalan studi awal ditemukan susunan yang konsisten dalam frekuensi koitus pada wanita yang dimulai oleh prianya. Bila hanya kebiasaan seksual dimulai oleh wanita dilakukan studi, puncak dari wanita dimulai aktivitas seksual tampak selama fase ovulatory dari siklus. Frekuensi koitus dalam sebuah pekawinan juga tercatat dapat meningkatkan pada saat ovulasi. Kemudian, pada midcycle meningkatnya androgen dapat meningkatkan aktivitas seksual pada kebanyakan untuk meningkatkan suatu kehamilan.
Kesimpulan folikel preovulatory
1. Produksi estrogen yang cukup untuk mencapai dan memelihara konsentrasi estrogen threshold perifer diperoleh dengan induksi LH surge.
2. Kerja reseptor secara terus menerus, Lh menyebabkan luteinisasi dan produksi progesteron pada lapisan granuler.
3. Peningkatan progesteron pada preovulasi memberikan kerja umpan balik positif dari estrogen dan dapat diperoleh untuk menginduksi puncak FSH midcycle.
4. Peningkatan androgen baik lokal maupun perifer pada midcycle dapat terjadi, diperoleh dari sebagaian kecil sel theca, folikel tidak berhasil.
Ovulasi
Folikel preovulasi, perluasan estradiol secara terus menerus, merangsang ovulasi itu sendiri. Variasi yang sangat banyak pada waktu diluar siklus , kejadian yang sama pada seorang wanita. Ovulasi diperkirakan terjadi sekitar 10-12 jam setelah LH peak dan 24-36 jam setelah kadar estradiol dicapai. Kejadian LH surge tampaknya dipakai sebagai indikator terjadinya ovulasi, kejadian 34-36 jam terjadi pecahnya folikel. Permulaan konsentrasi LH seharusnya dipelihara selama 14-27 jam untuk maturasi secara penuh dari oocyt. Biasanya LH surge berakhir 48-50 jam.
Oleh karena program fertilisasi in vitro dilakukan secara hati-hati, kami memiliki data yang menarik. LH surge cenderung terjadi sekitar jam 03.00 pagi, mulai antara tengah malam sampai jam 08.00 pagi pada dua per tiga atau lebih wanita. Ovulasi terjadi terutama pada pagi hari selama musim semi dan terutama dimalam hari selama musim gugur dan dingin. Dari bulan Juni sampai februari pada belahan bumi utara, sekitar 90% wanita mengalami ovulasi antara jam 16.00 sampai 19.00, selama musim semi 50% wanita mengalami ovulasi antara tengah malam sampai jam 11.00.
Gonadotropin surge merangsang beberapa kejadian yang memberi tanda suatu ovulasi, secara fisik pengeluaran oocyt dan terdapat massa pada kumulus sel granulosa. Kejadian ini bukanlah sesuatu yang ekplosif, dimana terjadinya perubahan yang kompleks yang menjadi penyebab berakhirnya pematangan oocyt dan mengalami dekomposisi lapisan kolagenus pada dinding folikel.
LH surge secara terus menerus memulai miosis oocyt ( miosis tidak lengkap sampai setelah sperma masuk dan polar bodi kedu dikeluarkan ), luteinisasi sel granulosa, perluasan kumulus, dan sintesis prostaglandin dan eicosanoid esensial lainnya untuk pecahnya folikel. Pematangan oocyt prematur, dan luteinisasi dicegah oleh faktor lokal. LH yang diinduksi oleh aktivitas siklus AMP yang ada menghambat secara lokal kerja oocyt maturation inhibitor (OMI) dan luteinization inhibitor (LI). LI mungkin merupakan endothelin-I, suatu produksi dari sel endotelial. OMI berasal dari sel granulosa, dan aktivitasnya tergtantung utuhnya kumulus oophorus. Aktivin juga menekan produksi pregesteron olrh sel lutel, belum bearti memberikan pencegahan liteinisasi prematur.
Terdapat kejadian berlebihan bahwa oocyt menggunakan kontrol fungsi granulosa. Kumulus oophorus berbeda dengan sle granulosa, kurangnya reseptor dan produksi progesteron : FSH-induced adanya reseptor LH ditekan dalam sel granulosa yang besebelahan oleh oocyt. Oocyt memungkinkan sel kumulus merespon gonadotropin-induced secara fisik, dan perubahan biokimiawi hanya sebelum ovualsi. Faktor lokal yang mencegah maturasi oocyt prematur dan luteinisasi mungkin dibawah kontrol oocyt.
Dengan LH surge, kadar progesteron dalam folikel secara terus menerus mengalami peningkatan pada saat ovulasi. Peningkatan yang progresif dari progesteron dapat bekerja mengakhiri LH surge sebagai efek umpan balik negatif merupakan konsentrasi tertinggi. Sebagai tambahan pada efek sentral, peningkatan progesteron mengembangkan dinding folikel. Perubahan elastisitas dinding folikel adalah sulit untuk menjelaskan peningkatan secara cepat vulume cairan folikel, yang mana hanya terjadi sebelum ovulasi. Tidak disertai perubahan yang bermakna terhadap tekanan intarfolikel. Jalan keluar dari ovum dihubungkan dengan perubahan degeneratif dari kolagen pada dinding folikel yang hanya mendahului suatu ovulasi dinding folikel menjadi tipis dan pecah. FSH, LH, dan progesteron merangsang aktivitas enszim proteolitik, menghasilkan suatu pencernaan dari kolagen dalam dinding folikel dan peningkatan ketegangan. Gonadotropin surge juga mengeluarkan histamin, dan histamin sendiri dapat menginduksi ovulasi pada beberapa model percobaan.
Enzym proteolitik diaktivasi dalam rangkaian yang lama. Sel granulosa dan theca menghasilkan aktivator plasminogen sebagai respon gonadotropin surge. Plasminogen diaktivasi oleh dua aktivator palsminogen lainnya: aktivator plasminogen tipe jaringan, dan urokinase. Aktivator tersebut di encode oleh gene yang terpisah dan juga diatur oleh suatu inhibitor.
Aktivator plasminogen dihasilkan oleh sel granulosa dimana plasminogen aktivin pada cairan folikel untuk menghasilkan plasmin. Plasmin, dikeluarkan merupakan generasi aktif kolagenase, untuk mengganggu dinding folikel. Pada model tikus, sintesis aktivator plasminogen merupakan perangsangan LH yang cepat ( sebaik Growth factor dan FSH), apabila sintesis aktivator plasminogen menurun. Kemudian, sebelum dan setelah ovulasi, aktivitas inhibitor meningkat, apabila terjadi ovulasi akitvitas aktivator adalah tinggi dan aktivitas inhibitor adalah berada paling rendah. Pengaturan molekular faktor tersebut adalah sulit untuk mengkoordinasikan terhadap suatu ovulasi. Sintesis aktivator plasminogen pada sel granulosa digambarkan hanya pada stadium preovulasi yang sebenarnya sebagai respon terhadap LH. Sistem penghambatan, yang sangat aktif pada sel theca dan interstitiil, mencegah ketidak tepatan aktivasi plasminogen dan gangguan pertumbuhan folikel. Sitem enghambatan dapat didemonstrasikan keberadaanya pada sel granulosa manusia dan cairan folikel preovulatory dan menjadi responsif terhadap substan parakrin, faktor pertumbuhan epidermal dan interleukin-1β. Pergerakan folikel kerarah permukaan ovarium tempat berovulasi menjadi penting dalam keluar permukaan folikel yang merupakan prone untuk pecah oleh karena terpisahnya dari sel yang kaya terhadap sistem penghambatan plasminogen ovulasi merupakan hasil digesti proteolitik dari ujung folikel. Yang mana tempat tersebut disebut dengan stigma.
Pada tikus, gene yang mengencode aktivator plasminogen mengandung daerah promotor yang merupakan rangkaian berat untuk diketahui faktor transkrisi, seperti cyclic AMP-responsive element (CRE). Aktivasi CRE( yang meliputi CRE binding protein) didapat dari perangsangan FSH. Kemudian gambaran keduanya, gonadotropin menjadi ikut dalam proses ini.
Prostaglandin seri E dan F dan eicosanoid lainnya (khususnya HETEs, hydroxy-eicosatetraenoic acid methyl esters) meningkat sebagai marker pada cairan folikel preovulatory, konsentrasi yang banyak pada ovulasi. Sintesis prostaglandin dirangsang oleh interleukin-1β, melibatkan cytokine pada ovulasi. Penghambatan terhadap sintesis hasil tersebut dari asam arakidonat yang memblok pecahnya folikel tanpa adanya efek dari proses induksi LH lainnya dari luteinisasi dan pematangan oocyt. Prostaglandin dapat bekerja sebagai enzim proteolitik yang bebas dengan dinding folikel, dan HETEs dapat menyebabkan angiogenesis dan hiperemia ( respon seperti bukan keradangan ). Prostaglandin juga dapat menyebabkan kontraksi massa sel otot polos. Alur dari prostaglandin didemonstrasikan dengan bagus bahwa pasien yang infertil dapat disarankan penggunaan obat penghambat sintesis prostaglandin.
Besarnya jumlah lekosit yang masuk kefolikel sebelum ovulasi. Neutropil merupakan gambaran yang menonjol pada perbandingan sel theca sehat dan folikel antral yang atresi. Kumpulan leukositosis diperantarai oleh mekanisme kemotaktik dari sistem interleukin. Sel imun tersebut kemungkinan menyebar ke perubahan seluler dihubungkan dengan ovulasi, fungsi korpus luteum, dan apoptosis.
Kadar estradiol meningkatkan daerah puncak LH. Hal ini mungkin sebagai akibat pengaturan LH yang rendah dari reseptornya sendiri pada folikel. Jaringan theca terbagi dari folikel antral yang sehat sebagai marker penekanan steroidogenesis apabila terpapar kadar tinggi LH yang mana terpapar diatas rata-rata rendah merangsang produksi steroid. Rendahnya kadar progesteron midcycle mendesak kerja penghambatan sel granulosa secara majemuk, dan jatuhnya estrogen dapat juga menyebabkan adanya reflek lokal folikel untuk progesteron. Akhirnya, estrogen dapat mendesak efe penghambatan pada P450c17, kerja langsung gene bahwa tidak ada media reseptor.
Sel granulosa yang tertarik ke membran basal dan mengitari folikel menjadi sel luteal. Kimulus sel granulosa menarik oocyt. Pada perocabban tikus, sel kumulus mrupakan metabolik yang berhubungan terhadap oocyt dan respon terhadap FSH surge oleh sekresi asam hyaluronik yang menyebar pada sel kumulus sebelum ovulasi. Respon asam hyaluronik tergantung adanya oocyt yang terpelihara, menjadikan sekresi faktor pendukung. Oocyt yang mensekresi faktor bahwa pencetus proliferasi sel granulosa dan memelihara struktur organisasi folikel. Proliferasi sel kumulus ditekan oleh FSH, apabila perangsangan FSH terhadap paroliferasi sel granulosa, didukung oleh faktor oocyt atau beberapa faktor.
Pada puncak FSH, separuhnya dan mungkin seluruhnya tergantung pada peningkatan progesteron preovulasi, memiliki banyak fungsi. Produksi aktivator plasminogen adalah sensitif terhadap FSH sebaik LH. Perluasan dan penyebaran sel kumulus membolehkan oocyt massa sel kumulus menjadi mengambang bebas dalam cairan antral sebelum folikel pecah. Proses tersebut meliputi penempatan kembali matriks asam hyaloronik, sintesis tersebut distimulasi oleh FSH. Akhirnya, ketidak adekuatan FSH peak memastikan dan komplemen adekuat reseptor LH pada lapisan granulosa. Tercatat pendeknya dan ketidak adekuatan fase luteal diamati dalam siklus apabila kadar FSH rendah atau penekanan selektif pada beberapa poin selama fase folikuler.
Mekanisme penutupan LH surge belum diketahui. Dalam beberapa jam setelah peningkatan LH, terdapat tetesan presipitus dalam plasma estrogen. Penurunan LH mungkin merupakan hilangnya perangsangan kerja positif estradiol atau peningkatan feedback negatif dari progesteron. Rendahnya kadar LH dapat juga berdampak kehabisan LH pituitary mengandung down-regulation reseptor GnRH, lainnya oleh perubahan prekuensi denyutan GnRH atau oleh perubahan dalam kadar steroid. LH dapat dikontrol dari feedback negatif pendek dari LH yang dikeluarkan dari hipotamus. Penekanan LH secara langsung dari produksi releasing hormon dari hipotalamus dapat didemonstrasikan. Yang mana, pada domba, LH surge berakhir sebelum tanda GnRH mulai menurun. Kemungkinan lainnya didukung, oelh yang biasanya disebut gonadotropin surge-inhibiting factor (GnSIF) asal mula ovarium. GnSIF diproduksi dalam sel granulosa dibawah kontrol FSH dan jangkauan kadar puncak dalam sirkulasi fase pertengahan folikuler. Pada alur yang dipercaya untuk mencegah luteinisasi prematur. Hal ini sepertimerupakan kombinasi dari seluruh pengaruh penyebab penurunan sekresi gonadotropin secara cepat.
Beberapa kontribusi dari progesteron untuk ovulasi adalah lebih tinggi dari hasil percobaan kera. Penekanan steriogenesis apa midcycle mencegah ovulasi, tetapi bukan permulaan miosis oocyt. Dari suatu pencatatan dari progestin agonis untuk model percobaan pemulihan ovulasi.
Ketidak adekuatan gonadotropin surge tidaklah memastikan suatu ovulasi. Folikel tersebut mestinya berada pada stadium yang cocok dari kematangan untuk respon suatu ovulasi yang dirangsang. Pada siklus normal, pengeluaran gonadotropin dan maturasi terakhir dari folikel yang tepat karena waktu gonadotropin surge dikontrol oleh kadar estradiol, yang menurunkan fungsi pertumbuhan dan maturasi folikel. Kemudian, pengeluaran gonadotropin dan bentuk maturitas selalu dikoordinasi dan dipasangkan pada saat waktu bersamaan. Pada sebagian besar siklus manusia, adanya hubungan umpan balik pada sistem membolehkan hanya satu folikel poin yang menagalami ovulasi. Tidak teridentifikasi adanya kelahiran yang multipel, merupakan bagian, reflek dari statistik adanya perubahan secara acak dari pada satu folikel yang terisi penuh seluruh syarat untuk terjadinya ovulasi.
Simpulan ovulasi
1. LH surge merangsang secara terus menerus dari reduksi pada oocyt, luteinisasi granulsoa, dan sintesis progesteron dan prostaglandin dalam folikel.
2. Progesteron meningkatkan aktivitas enzym proteolitik yang responsibel, bersama dengan prostagladin, untuk pengembangan dan ruptur dinding folikel.
3. pengaruh progesteron midcycle meningkatkan FSH cadangan untuk oocyt bebas dari tarikan folikuler, untuk konversi plasminogen sebagai proteolitik, plasmin, dan meyakinkan reseptor LH yang sedikit menggambarkan keadekuatan fase luteal yang normal.
Phase Luteal
Sebelum folikel pecah dan ovum keluar, sel granulosa memulai meningkatkan ukuran dan karakteristik gambaran vakuola yang dihubungkan dengan pengumpulan pigmen kuning, lutein, yang pada dasarnya diberi nama suatu proses luteinisasi dan sub unit anatomikal suatu korpus luteum. Selama 3 hari pertama pasca ovulasi, sel-sel granulosa secara terus menerus membesar. Sebagai tambahan, sel-sel techa lutein bisa berbeda dari techa dan stroma sekitarnya untuk menjadi bagian dari korpus luteum. Terputusnya lamina basal dan vaskularisasi secara cepat dan luteinisasi membuat sukar untuk dibedakan dengan sel-sel spesifik yang asli.
Kapiler-kapiler mulai mengadakan invasi ke lapisan granulosa setelah LH surge berhenti, peningkatan cavum bagian tengah dan sering kepenuhan berisi darah. Angiogenesis merupakan gambaran penting dari sebuah proses luteinisasi yang merupakan respon terhadap LH yang diperantarai oleh faktor pertumbuhan yang diproduksi pada sel-sel granulosa yang mengalami luteinisasi, seperti faktor pertumbuhan endotel vaskuler ( VEGF ). Dari hari kedelapan atau kesembilan pasca ovulasi, puncak dari vaskularisasi meningkat, dihubungkan dengan puncak kadar progesteron dan estradiol dalam darah. Korpus luteum merupakan salah satu aliran darah tertinggi per unit massa dalam tubuh. Pada kejadian dimana pembuluh darah tidak tumbuh dan terjadi perdarahan akan menghasilkan suatu perdarahan yang tidak terpantau dan memerlukan pembedahan segera yang emergency yang dapat terjadi pada setiap saat selama fase luteal. Hal ini menjadi bermakna secara klinis pada wanita yang berisiko seperti memperoleh antikoagulan, contohnya wanita yang diterapi untuk pencegah ovulasi.
Fungsi normal luteal dapat diperoleh secara optimal pada perkembangan folikel pre ovulasi. Penekanan terhadap FSH selama fase folikular dihubungkan dengan rendahnya kadar estradiol pre ovulasi, penurunan produksi progesteron mid luteal, dan penurunan massa sel luteal. Pada suatu percobaan mendukung bahwa adanya sejumlah reseptor LH selama fase folikular sebelum ditentukan luteinisasi yang meluas dan kemudian fungsi kapasitasi korpus luteum. Keberhasilan perubahan granulosa avaskular dari fase folikular ke jaringan luteal yang vaskular juga penting. Karena produksi steroid tergantung transportasi kolesterol LDL, vaskularisasi lapisan granulosa adalah esensial untuk membolehkan LDL-kolesterol mencapai sel luteal memberikan substrat yang cukup untuk produksi progesteron. Satu pekerjaan penting LH adalah mengatur reseptor LDL, internalisasi, dan prosesing postreseptor; perangsangan gambaran reseptor LDL terjadi pada sel granulosa selama stdium awal luteinisasi sebagai respon terhadap LH surge midcycle. Mekanisme tersebut mengalirkan kolesterol ke mitokondria untuk utilisasi sebagai penghambat pembangunan dalam steroidogenesis.
Masa hidup dan kapasitasi steroidogenik korpus luteum tergantung sekrsi secara terus menerus. Studi yang dilakukan pada wanita hipophisektomi menunjukkan fungsi normal korpus luteum yang didapat dari jumlah LH yang kecil secara terus menerus. Ketergantungan korpus luteum terhadap LH kemudian didukung oleh suatu luteolisis yang mengikuti GnRh agonis atau antagonis atau GnRH withdrawal apabila ovulasi diinduksi oleh GnRH secara pulsatif. Tidak ada kejadian hormon luteotrofik lainnya seperti rolaktin mempunyai peranan dalam siklus menstruasi.
Korpus luteum tidaklah homogen. Disamping sel luteal, juga terdapat sel endotel, leukosit dan fibroblas. Bentuk sel nonsteroidogenik terbesar (70-85%) dari seluruh polpulasi sel. Sel immun leukosit memperoduksi beberapa sitokin, meliputi interleukin-1β dan TNF-α. Ada beberapa perbedaan leukosit dalam korpus luteum juga merupakan sumber untuk enzim sitolitik, prostaglandin, dan faktor pertumbuhan termasuk angiogenesis, steroidogenesis, dan luteolisis.
Korpus luteum merupakan salah satu dari contoh terbaik sebagai komunikasi dan persilangan biologi. Seperti contoh, sel endotelial banyak mengandung vasoaktif campuran, dan sebaliknya sel steroidogenik mengkontribusi faktor yang menyebabkan angiogenesis. Fungsi yang harmonis pada sistem proporsi terbalik masih merupakan kompleks.
Sel endotelial mengandung sekitar 50% sel matur korpus luteum. Ditempat lain dari bodi, sel endotelial berprtisipasi pada reaksi imun dan fungsi endokrin. Sel endotelail merupakan sumber endotelin-1, adanya gambaran sebagai respon terhadap perubahan aliran darah, tekanan darah, dan tekanan oksigen. Sutdi sekarang mempunyai alasan bahwa endotelin –1 sebagai mediator luteolisis.
Populasi sel luteal tiadk homogen, terdiri dari sedikitnya 2 tipe sel yang jelas, yaitu sel besar dan kecil. Beberapa dipercaya bahwa sel besar diperoleh dari sel granulosa dan sel kecil dari sel techa. Sel kecil biasnya berlebihan. Meskipun kenyataan bahwa steroidogenesis lebih banyak terjaadi pada sel besar, sel-sel kaecil mengandung reseptor LH dan HCG. Hilangnya reseptor Lh/HCG pada sel besar, kiranya diperoleh dari sel granulosa yang terdapat reseptor LH pada fase akhir folikular, dapat penjelasaan, mungkin sel besar berfungsi pada kadar maksimal dengan total reseptor menempati dan berfungsi atau karena komunikasi inter seluler secara atearus menerus mengalami gap janction, sel besar tidak secara langsung diperoleh dengan dukungan gonadotropin. Kemudian sel sel besar dapat berfungsi pada kadar tinggi, dibawah kontrol faktor pengaturan sel-sel kecil yang asli yang respon terhadap gonadotropin. Sebagai tambahan, beberapa fungsi disebarkan oleh tanda autokrin/parakrine daris el endotelial dan sel imun.
Sel besar luteal meamproduksi peptida (oksitosin relaksin, inhibin dan faktor pertumbuhan lainnya) dan lebih diaktifkan pada steroidogenesis, dengan aktivitas aromatase terbesar dan sintesis progesteron darpada sel kecil. Sel granulosa manusia ( kesiapan luteinisasi) saat terjadi penyembuhan pasien yang mengalami fertilisasi in vitro maengandung sejumlah P450c17mRNA. Hal ini menetap dengan penjelasan 2 sel, yang meruakan tanda produksi androgen (dan P450c17) terhadap sel – sel yang diperoleh dari sel theca, dengan luteinisasi gambaran P450c dan 3β hidroksisteroid dehidrogenase yang menjadi tanda peningkatannya., menghitung produksi peningkatan progesteron dan sebagai kel;anjutan gambaran mRNA sebagai enzim diperoleh LH. Sistem aromatse (P450arom), tentunya secara terus menerus menjadi aktif pada sel granulosa yang mengalami luteinisasi.
Kadar normal progesteron meningkat secara tajam setelah ovulasi, peningkatan puncak sekitar 8 hari setelah LH surge, progesteron bekerja pada kedua lokasi lokal dan sentral usntuk menekan beberapa folikel pertumbuhan. Konsentrasi progesteron domonitor pada vena ovarium, menyebar mengikuti luteektomi pada seekor kera, ovulasi akibat siklus yang uniform terjadi pada suatu keadaan dimana disisi lain progesteron dengan kadar yang tinggi dan kontra lateral dari korpus luteum sebelumnya. Apabila sirkulasi kadar progesteron normal terpelihara setelah luteektomi berikutnya ovulasi dapat terjadi pada ovarium yang dengan konsentrasi progesteron rendah yang menyebar melalui vena. Dibawah diameter normal sirkumstan (contohnya; 28 hari siklus reguler), seorang wanita mengalami ovulasi dari apengganti samping, yang mana studi USG jangka pendek empunyai pola tertentu yang memperkuat.
Permulaan pertumbuhan folikel baru selama fase luteal selanjutnya dihambat oleh rendah nya kadar gonadotropin yang memberi efek umpan balik negatif dari estrogen, progesteron dan inhibin A. Dengan gambaran reseptor LH pada sel granulosa dari folikel dominan dan selanjutnya perkembangan folikel sampai korpus luteum, gambaran penghambatan dibawah kontrol LH, dan erubahan ekspresi dari inhibin B ke inhibin A. Sirkulasi kadar inhibin A meningkat fase akhir folikuler untuk meningkatkan kadar puncak pada fase midluteal. Inhibin A, kemudian menyebar terhadap penekanan FSH sampai kadar terendah selama fase luteal, dan perubahan transisi luteal-folikular.
Sekresi progeseron dan astradiol selama fase luteal secara periodik dan perubahan hubungan tertutup dengan denyut LH. Karena sekresi secara periodik, terdapat kadar progesteron pada midluteal relatif rendah, yang mana beberapa merupakan indikasi terhadap ketidak adekuatan fase luteal, dapat ditemukan pada fase luteal normal secara keseluruhan.
Pada siklus normal waktu periodik dari LH surge midcycle samapai haid adalah konsisten selesai 14 hari. Untuk tujuan prakatis, fase luteal berakhir antara hari 11 dan 17 adalah normal. Insien pendeknya fase luteal sekitar 5-56%. Hal ini baik diketahui secara bermakna variasi dalam lamanya siklus pada wanita merupakan jumlah hari yang bervariasi diperoleh dari pertumbuhan dan perkembangan folikel pada fase folikuler. Fase luteal tidak memanjang dengan meningkatnya LH yang keluar secara progresif, merupakan indikasi bahwa terjadi kerusakan korpus luteum akibat aktifnya mekanisme luteolitik.
Korps luteum secara cepat mengalami keamunduran 9-11 hari seatelah ovulasi, dan mekanisme degenerasi tersebut tidak diketahui. Pada spesies mamalia, faktor luteolitik berasal dari uterus (prostaglanadin F2α) mengatur pertumbuhan korpus luteum. Tidak adanya faktor luteolitik diidentifikasi pada siklus haid, dan pengangkatan uterus tidak memberi pengaruh terhadap siklus ovarium; yang mana secara morfologi regresi sel-sel luteal diinduksi oleh produksi estrogen korpus luteum. Terdapat kejadian yang maendukung peranan estrogen dalam memberi kemunduran terhadap korpus luteum.peningkatan sirkulasi estradiol yang dini pada fase awal luteal menghasilkan jatuhnya konsentrasi progesteron. Injeksi langsung estradiol kedalam ovarium menyebabkan korpus luteum merangsang luteolisis yang serupa dengan pengobatan terhadap produksi ovarium kontralateral yang tidak memberi efek.
Terdapat peran lain yang mungkin memproduksi estrogen dari korpus luteum. Sebagaimana diketahui bahwa estrogen dibutuhkan untuk sintesis reseptor progesteron di endometrium, fase luteal estrogen adalah penting agar progesteron menyebabkan perubahan di endometrium setelah ovulasi. Reseptor progesteron inadekuat yang mengandung estrogen utama yang inadekuat dari endometrium merupakan suatu kemungkinan mekanisme tambahan untuk suatu infertilitas atau keguguran awal, suatu bentuk yang lain dari defisiensi fase lutel.
Postulat Auletta yang menyatakan bahwa prostaglandin F2α diproduksi sampai ovarium berperan sebagai korpus luteum atau sampai korpus luteum beperan sebagai agent luteolitik, dan produksi prostaglandin dimulai oleh estrogen luteal. Percobaan dengan menggunakan inhibitor sistesis prostaglandin tidak secara penuh menyebabkan jaringan luteal juga memproduksi ‘members’ prostaglandin dalam keluarga yang mempunyai efekl stimulasi (seperti PGE dan prostasiklin).
Percobaan yang mengindikasikan efek luteolitik dari prostaglandin F2 αdiperantarai oleh endothelin-1. protaglandin f2 α merangsang sintesis endotelin dan endotelin-1 menghambat steroidogenesis luteal. Sebagai tambahan, endotelin-1 merangsang pengeluaran TNF- α, suatu faktor pertumbuhan yang diketahui untuk menginduksi apotosis. Yang terbaru menilai karakteristik korpus luteum yang muncul, pentingnya interaksi seluler adanya kontak sels dengan sel. Gap junction adalah gambaran menonjol dari sel luteal, yang mereka sebut folikel sebelum ovulasi. Apabila ada variasi tipe sel dari korpus luteum dipelajari bersama-sama, bentuknya berbeda dibandingkan dengan studi sel tipe tunggal, sebagaian besar steroidogenesis lebih tertutup kemungkinannya fungsi korpus luteum secara keseluruhan. Hal ini dipercaya merupakan komunikasi dan perubahan dari tmpat terjadinya tanda sampai struktur gap junction dipengaruhi oleh oksitosin , suatu parakrin yang beperanan menyebabkan kontraksi korpus luteum.
Apabila ovulasi diinduksi oleh adanya GnRH, kematian fase luetal normal terjadi meskipun tidak ada perubahan penanganan, pertentangan perubahan mulai dalam LH sebagai mekanisme luteolitik. Sebagai tambahan, reseptor LH binding afinitasnya tidak berubah sampai keluar dari fase luteal; kemudian penurunan steroidogenesis mencerminkan inaktivasi sistem (menghasilkan suatu pembiasan dari korpus luteum terhadap LH), kemungkinannya adanya ketidak cocokan dari protein G adenylate cyclase system: hal ini didukung oleh studi kera yang memeberi perubahan frekuensi denyut LH atau amplitudo tidak memprovokasi luteolisis.
Proses luteolisis meliputi enzim proteolitik, terutama matrix metalloproteinases (MMPs). Enzim tersebut diabawah kontrol inhibitor yaitu inhibitor jaringan dari metalloproteinase (TIMPs) disekresi oleh sel lutal secara seroidogenik, dan penyebab kadar TIMP tidak berubah pada jaringan luetal, luteolisis dipercaya secara langsung meningkatkan ekspresi MMP. Bagian penting dari misi ini membantu HCG untuk mencegah peningkatan ekpresi MMP. Indikasi lainnya bahwa HCG dapat meningkatkan produksi TIMP dan hal ini juga dapat menghambat aktivitas MMP dan luteolisis. Sevagai tambahan, ovarium manusia mengandung sistem interleukin-1 yang komplit sebagai sumber lainnya untuk enzim sitolitik.
Kemampuan hisdup korpus luteum adalah panjang dari keadaan darurat perangsangan secara cepat meningkatkan intensitas, HCG. Perangsangan awal yang baru tampak pad puncak perkembangan korpus luteum (9-13 hari setelah ovulasi), bersamaan pada pencegahan regresi luteal. HCG sendiri memerlihara vital steroidogenesis korpus luteum sampai sekitar minggu ke 9 atau 10 kehamilan, yang mana steroidogenesis plasenta telah baik berfungsi. Pada beberapa kehamilan steroidogenesis plasenta akan menyebar secara baik pada minggu ke 7 kehamilan.
Dengan adanya pola bipasik dari sirkulasi kadar progesteron (penurunan setelah ovulasi dan kemudian baru meningkat pada fase midluteal), kadar mRNA untuk dua enzim mayor meliputi sintesis progesteron (cholesterol side-chain cleavage dan 3β hidroxy-steroid dehydrogenase) adalah maksimal pada ovulasi dan menurun cepat pada fase luteal. Dukungan tersebut menyatakan bahwa lama hidup korpus luteum adalan baik pada saat ovulasi., regresi luteal tidak dapat dihindari kecuali kalau korpus luteum dibantu oleh HCG kehamilan. Kemudian, terutama perkembangan sistem penerimaan korpus luteum terhadap bantuan masih merupakan kontroversi pada hewan tingkat rendah, bahwa penggunaan mekanisme tersebut amenjadi aktif karena kerusakan korpus luteum (luteolisis).
Simpulan kejadian fase luteal
1. fungsi normal luetal diperoleh secara optimal pada perkembangan folikel preovulasi (terutama perangsangan FSH yang adekuat) dan dukungan terhadap LH secara terus menerus.
2. kerja progesteron baik sentral dan ovarium menekan pertumbuhan folikel yang baru.
3. korpus luteum yang mengalami regresi dapat mempengaruhi kerja luteolitik dari produksi esterogen sendiri.
4. pada awal kehamilan, HCG dihasilkan korpus luteum, memelihara fungsi luteal sampai plasenta menghasilkan steroid (steroidogenesis) dengan baik.
Peralihan fase luteal-folikular
Panjangnya interval dari fase akhir luteal mengakibatkan penurunan produksi estradiol dan progesteron sebagai seleksi terhadap folikel dominan merupakan waktu penentuan dan waktu yang krisis, ditandai oleh adanya haid, tetapi tampak lebih sedikit dan sangat penting sebagai tanda adanya perubahan hormonal yang memulai siklus haidnya. Faktor krisis tersebut termasuk GnRH, FSH, LH, estradiol, progesteron, dan faktor inhibin.
Adanya peranan penting terhadap kerja FSH-mediated pada sel granulosa, hal ini bertepatan dengan penerimaan folikel yang berovulasi baru secara langsung oleh peningkatan selektif FSH yang memulai sekitar 2 hari sebelum terjadinya haid. Penggunaan bioassay FSH sensitif, peningkatan bioaktivitas FSH dapat diukur mulai sedini fase midluteal. Terdapat sedikitnya dua perubahan yang berpengaruh terhadap hasil peningkatan FSH: penurunan steroid luteal dan inhibin dan perubahan sekresi GnRH secara pulsatif.
Inhibin B, berasal dalam sel granulosa korpus luteum dan sekarang dibawah pengaturan LH, jangkuan terendah dalam sirkulasi periode midluteal. Inhibin A mencapai puncaknya pada fase luteal, dan kemudian dapat membantu menekan sekresi FSH oleh hipofise. Sampai kadar terendah tercapai selama siklus haid proses proteolisis, yang mana mekanisme dengan menghasilkan kematian korpus luteum, mempengaruhi sekersi inhibin A sebaik steroidogenesis. Dari pelaporan terhadap inhibin A pada seekor kera, efektif menekan sirkulasi FSH. Kemudian, pentingnya penekanan mempengaruhi sekresi FSH diangkat dari hipofise anterior selama hari terakhir fase luteal. Kerja selektif inhibin FSH (dan bukan LH) merupakan bagian dari daya tangkap untuk peningkatan tertinggi FSH tampak selama peralihan luteal-folikular, dibandingkan dengan perubahan LH. Beberpa laporan dari FSH rekombinan terhadap wanita defisiensi gonadotropin telah di demontrasuikan bahwa pertumbuhan awal folikel diperoleh FSH dan bahwa LH bukan esensial selama periode siklus ini.
Kadar inhibin B mulai meningkat secara perlahan setelah peningkatan FSH (konsekuensi dari perangsangan FSH terhadap sel granulosa untuk mensekresi inhibin) dan pencapaian kadar puncak sekitar 4 hari setelah peningkatan maksimal FSH. Kemudian penekanan sekresi selama fase folikular merupakan kerja dari inhibin B,m sebgai jalan keluar dari penghambatan FSH selama peralihan luteal-folikular sebagai bagian suatu reaksi terhadap penurunan sekresi inhibin A oleh korpus luteum.
Sirkulasi kadar aktivin meningkat pada fase luteal sampai paada puncaknya pada saat haid; yang mana aktivin A merupakan lojakan tertinggi dalam sirkulasi, dan tidaklah pasti terdapat suatu peranan endokrin. Kemudian selajutnya, waktunya yang benar untuk aktivin menyebarkan sampai peningkatan FSH selama perlaihan luteal-folikular. Perubahan aktivin dan folistatin menekan aktivitas GnRH. Kejadian in vivo dan in vitro merupakan indikasi bahwa resdpon gonadotropin terhadap GnRH yang didapat dari akitivitas akitivin.
Peningkatan selektif FSH juga bermakna disebarkan oleh perubahan sekresi GnRH pulsatif, sebelum itu penekanan yang kuat oleh kadar tinggi estradiol dan progesteron dari fase luteal. Peningkatan denyutan GnRH secara progresif dan cepat (disimpulkan dari pengukuran denyutan LH) terjadi selama peralihan luteal-folikular. Dari puncak haid midluteal, terdapat 4,5 lipat peningkatan frekuensi denyutan LH (dan kiranya GnRH) dari sekitar 3 denyutan per 24 jam sampai 14 denyutan per 24 jam). Selama waktu periode rerata 4,8 IU/L sampai 8 IU/L. peningkatan FSH tercatat terbesar daripada LH. Frekuensi denyutan FSH meningkat 3,5 lipat dari periode midluteal sampai saat haid, dan kadar FSH meningkat dari rerata sekitar 4 IU/L sampai 15 IU/L.
Peningakatan frekuensi denyutan GnRH dari kadar rendah sekresi dihubungkan dengan permukaan peningkatan selektif FSH pada beberapa model percobaan, termasuk ooforektomi kera dengan menghancurkan hipotalamus. Pengobatan wanita hipogonadal dengan GnRH pulsatif menghasilkan pertama sekresi FSH predominan (LH lebih). Pada reaksi percobaan dan perubahan selama peralihan luteal-gfolikular seperti memantau selama pubertas, sekresi FSH predominan sebagai sekresi pulsatil GnRH mulai meningkat.
Respon hipofise terhadap GnRH juga merupakan faktor kejadian. Estradiol menekan sekresi FSH dari pemeriksaan klasik feeedback negatif dihubungkan sebagai kadar hipofise. Penurunan estradiol pada fase akhir GnRH yang membaik responnya dengan peningkatan sekresi FSH.
Simpulan kejadian peralihan luteal-folikular
1. kerusakan korpus luteum menghasilkan kadar sirkulasi estradiol progesteron dan inhibin berada pada kadar terendah.
2. penurunan inhibin A memberi penekanan yang luas pada sekresi FSH dalam hipofise.
3. penurunan estradiol dan progesteron memberi peningkatan secara cepat dan proses dalam hal frekuensi sekresi denyutan GnRH dan menghilangkan hipofise dari penekanan feed back negatif (umpan balik negatif).
4. hilangnya inhibin A dan estradiol dan peningkatan denyut GnRH secara bersama-sama menyebabkan sekresi berlebih FSh dibandingkan dengan LH, dengan peningkatan frekuensi sekresi episode.
5. meningkatnya FSH merupakan alat membantu sekitar 60 hario dari kelompok umur memiliki folikel yang atresia, membolehkan sebuah folikel dominan untuk mul;ai dalam keadaan krisis.
Siklus mentruasi normal
Lamanya haid ditentukan ioleh rerata dan kualitas pertumbuhan dan perkembangan folikel dan dalam hal ini merupakan normal variasi daris setiap individu wanita. Informasi terbaik kami dari dua studi longitudinal (dengan hasil yang serupa); studi dari Vollman, lebih dari 30.000 siklus tercatat dari 650 waniata dan studi dari Treloar, lebih dari 25000wanita tiap tahun pada sedikitnya lebih 2700 wanita. Pengamatan dari Vollmanda Treloar tercatat evolusi normal pada lama dan variasi siklus haid.
Menars yang diikuti sekitar 5-7 tahun dari peningkatan yang teratus dinyatakan sebgai siklus pendek sampai mencapai umur reproduktif. Pada umur empat puluhan, siklus mulai memanjang lagi. Insiden tertinggi pada siklus anovulasi dibawah umur 20 tahun dan diatas 40 tahun. Pada usia 25 tahun, 40% lebih siklus berada diantara 25 dan 28 hari lamanya; dari 25 sampai 35, 60 % lebih diantara 25 dan 28 hari. Dua puluh delapan hari siklus adalah mode yang biasanya terjadi secara sungguh-sungguh, tetapi secara keseluruhan hanya 12.,4% dari siklus yang dinyatakan oleh Vollman. Secara keseluran sekitar 15% siklus haid usia reproduktif adalah 28 hari lamanya. Hanya 0,5% wanita mengalami siklus kurang dari 21 hari lamanya, dan hanya 0,9% siklus lebih besar dari 35 hari. Kebanyakan wanita mewmiliki siklus mulai 24 sampai 35 hari, tetapi kurang 20% wanita mengalami siklus tak teratur.
Panjangnya fase folikular sebagian besar ditentukan oleh panjangnya siklus haid. Sherman dan Korenman memperkirakan pada tahun 1975 bahwa adnya faktor lain dari estrogen yang menjadi kuncinya sebagai penghambat lamanya siklus haid yang terpendek (dengan sedikit variasi) pada akhir tiga puluhan, suatu saat tidak kentara tetapi terjadi peningkatan FSH secara nyatadan penurunan penghambatan dapat terjadi. Hal ini dapat memberi gambaran sebagai akselerasi pertumbuhan folikel (akibat perubahan FSH dan inhibin B). pada saat bersamaan , beberapa pertumbuhan folikel setiap siklus haid dapat terjadi pada wanita yang telah bersetelah 2-4 tahun (tercatat oleh Trelolar 6-8 tahun_) sebelum menopause, terdapat akselerasi yang hilang folikel. Hilangnya akselerasi mulai apabila jumlah seluruh folikkel mencapai sekitar 25.000, jumlah yang m,encapai wanita normasl pada usia 37-38 tahun. Akhirnya terjadinya menopaus akibat aliran darah folikel kosong.
Perubahan dalam keterlambatan tahun reproduktif tercermin pada sebagian kecil folikeal yang berkepentingan sebagai folikel premordial terbaik merupakan respon hidup awalnya, kehidupan folikel yang sedikit lebih telat, atau nyata dari kutub folikuler seluruhnya dihasilkan dalam dalam jumlah (atau kedua faktor). Pembuktian fakta dari peranan sebuah kutub folikel menghasilkan hal ini kutub folikuler yang diamati pada cairan folikel preovulasi dari wanita lain yang mengandung jumlah inhibin dan B bahwa serupa dengan pengukuran cairan folikuler dari wanita muda.